Shalom sahabat KM,
Dalam Filipi 2:8 tertulis: "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat
sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib."
Dalam teks aslinya, terdapat
kata heuretheis (ευρεθεις), yang berasal dari kata heurisko, yang bisa berarti find,
get, obtain, perceive, see. Melalui ayat ini hendak dikemukakan bahwa dalam
keadaan sebagai manusia Ia merendahkan diri. Kata ini menerangkan bahwa Yesus
benar-benar menjadi manusia. Dalam teks aslinya tertulis: heuretheis hos
anthropos (ευρεθεις ως ανθρωπος,). Kata hos (ως) bisa berarti about, after
(that), (according) as soon (as), even as (like). Kata ini lebih menegaskan
bahwa Yesus Kristus benar-benar menjadi manusia yang memiliki keberadaan yang
sama dengan manusia. Hal tersebut adalah sebuah perendahan diri yang sangat
hebat, sebagai Allah tetapi merelakan diri sejajar dengan ciptaan-Nya. Cara
inilah yang menghantar-Nya ke kemuliaan-Nya. Allah Sang Pencipta menjadi sama
dengan hasil ciptaan-Nya; manusia, adalah sesuatu yang tidak dapat dimengerti.
Justru di sinilah nampak kerendahan hati Yesus Kristus, yang menjadi pola
kehidupan pelayan Tuhan di sepanjang zaman. Ketika Yesus menjadi manusia, Yesus
sadar siapa diri-Nya. Ia telah mengosogkan diri-Nya, maka Ia tidak menuntut
Bapa memperlakukan-Nya secara khusus.
Penulis kitab Ibrani
menyatakan bahwa dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa
dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup
menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan. Dan
sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah
diderita-Nya. (Ibr. 5:7-8). Dari tulisan tersebut dapat disimpulkan bahwa Yesus
mengenal diri-Nya sebagai Allah yang telah mengosongkan diri, karenanya Ia
merendahkan diri sedemikian rupa. Dalam pelayanan dapat dilihat sikap rendah
hati-Nya yang luar biasa dan hal ini menonjol dalam pelayanan-Nya. Itulah
sebabnya hal kerendahan hati menjadi sangat sentral bagi seorang pelayan Tuhan.
Melayani seperti Yesus berarti melayani dengan kerendahan hati, yang menuntut
dirinya menyadari (mengenali diri) dan menerima bahwa dirinya adalah milik
Tuhan sepenuhnya. Orang yang menyadari bahwa dirinya dalah milik Tuhan, maka
segala sesuatu yang dilakukan tidak lagi untuk dirinya sendiri, tetapi bagi
kemuliaan nama pemiliknya, yaitu Tuhan Yesus.
Pengenalan diri yang benar
membuat seseorang dapat menempatkan diri di hadapan Tuhan dengan benar pula.
Tuhan adalah Sang Khalik, Pencipta langit dan bumi, dan manusia adalah ciptaan.
Seorang yang mengenal diri dapat menempatkan diri sebagai ciptaan di hadapan
Penciptanya. Dengan demikian seseorang dapat melayani Tuhan dengan sikap hati
yang benar. Tentu pelayanan yang dilakukan adalah pelayanan yang bermotif
benar. Pengenalan diri yang benar akan membuatnya dapat menerima diri dalam
segala keberadaannya. Ini berarti seorang pelayan Tuhan tidak perlu
menutup-nutupi kekurangan dan kelemahan yang ada padanya. Aspek lain, seorang
pelayan Tuhan harus bisa menerima kritik dan saran orang lain. Selanjutnya ia
akan terus menerus mengoreksi diri, agar mengenal diri seperti Allah mengenal
dirinya. Dengan mengenal diri dengan benar, maka seseorang bisa mengenal orang
lain. Hal ini sangat dibutuhkan dalam pelayanan. Hal ini membuat seseorang
tidak menonjolkan diri. Orang yang tidak menonjolkan diri atau tidak mencari
hormat bagi dirinya, segala sesuatu yang diusahakan adalah demi kemuliaan Tuhan
atau kepentingan Kerajaan Allah.
Sikap tidak menonjolkan diri
berangkat dari kesadaran bahwa dirinya adalah seorang “hamba”. Kerendahan hati
ini adalah sikap hati, sesuatu yang bersifat batiniah. Kesadaran ini akan
membuat seseorang dengan tegas menolak segala bentuk pengkultusan atas dirinya.
Pengkultusan diri, baik secara terang-terangan maupun terselubung, adalah sikap
penolakan terhadap Tuhan sebagai satu-satunya yang layak disembah.
Keberhasilan, sukses dan segala perestasi pelayanan hendaknya tidak menjadi
alasan untuk meninggikan diri. Seorang pelayan Tuhan memang tidak dapat
mencegah orang memuji atau mengidola dirinya, tetapi seorang pelayan Tuhan yang
benar akan mengarahkan pujian dan pengidolaan tersebut agar ditujukan bagi
Tuhan. Untuk ini seorang pelayan Tuhan tidak boleh memberi signal atau isyarat
kepada orang lain untuk menyanjung dirinya. Sekalipun ia dapat mencapai
prestasi yang tinggi, ia tidak memanipulasi keberhasilan atau prestasi tinggi
yang dicapainya untuk menonjolkan diri.
Amin.
(oleh Kistus Ministry)
(sumber : www.truth-media.com)
No comments:
Post a Comment