BAGIAN KETIGA: BAB 9-12
BAB 9 -
KEKUATIRAN ADALAH DOSA
“Janganlah
hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal
keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai
sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu
dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)
Sesudah sepuluh hari
beristirahat dengan baik, tidur lelap setiap malam, saya tahu saya sudah siap
untuk bertemu dengan Tuhan lagi dan pergi bersama-Nya ke surga. Pertengahan
Maret – tepatnya 15 Maret 1996 – telah tiba, tetapi bukannya untuk menjadi
tegang, memang, hari itu memberi saya saat yang sangat saya tunggu-tunggu
sekali sejak Tuhan pergi hampir dua minggu yang lalu.
Dari jam 06.40 pagi sampai
08.40 pagi, saya menikmati kunjungan Tuhan dan perjalanan lain lagi ke surga.
Seperti biasa, sebelum Ia tiba badan saya bergoncang, dan saya mengeluh selama
tiga puluh menit. Kemudian Tuhan muncul di depan saya dan berkata, “Puteri-Ku, Aku perhatikan engkau cukup
beristirahat sekarang. Kita masih ada banyak tugas untuk dikerjakan.”
Tuhan surga dan bumi
prihatin terhadap saya, puteri serta pelayan-Nya. Ia memastikan saya sudah
dapat mengejar kekurangan tidur saya sebelum Ia kembali untuk membawa saya
beserta Dia. Ia mengerti terbatasnya badan dan jiwa saya, dan Ia betul-betul
memperhatikan saya. Ia tahu apa yang baik untuk anak-anak-Nya, dan Ia akan
menahan apa yang tidak baik bagi mereka yang mengasihi-Nya.
Sesudah dua kali terakhir
saya pergi ke surga, badan saya merasa seolah-olah tidak dapat dikendalikan.
Saya sangat letih karena goncangan, dan saya sering merasa pusing. Saya hanya
tidur tiga jam satu malamnya untuk jangka waktu tiga minggu. Tidak mungkin bagi
saya untuk tidur pada siang hari karena urapan Roh Kudus sangat kuat atas
diriku.
Sedikit demi sedikit, saya
belajar bagaimana mengendalikan keadaan dengan beristirahat lebih awal di sore
hari untuk memastikan saya mendapat cukup tidur sebelum Tuhan tiba. Pada pagi
ini, Tuhan membawa badan transformasi saya ke pantai di mana kami berjalan di
pinggir laut sebentar sebelum Tuhan membawa saya ke surga. Hati saya dipenuhi
keriangan dan pengharapan yang luar biasa waktu kami terbang.
Kami tiba ke tempat biasanya
dan masuk ke gedung putih. Saat ini, saya sudah biasa dengan keadaan dan tata
cara yang biasa kami ikuti. Kami berganti dengan pakaian surgawi kami, dan
kemudian Tuhan memegang tangan saya ketika Ia memimpin saya turun ke sebuah
jalan yang lebar yang menjurus naik ke suatu gunung yang sangat tinggi.
Serupa sekali dengan
Pegunungan Cascade yang telah saya kunjungi di bagian barat laut Amerika
Serikat, dan saya berkata surga seperti itu, dalam banyak hal, seperti bumi –
tetapi ini jauh lebih indah daripada apapun yang pernah saya lihat di planet
ini.
Banyak pohon-pohonan berdaun
rindang dan semak-semak di tepi gunung. Dari puncak saya dapat melihat sebuah
pantai. Itu adalah garis pantai yang berbatu, mirip sekali dengan gambar-gambar
Pelabuhan Bar, Maine, yang telah saya lihat.
Segalanya berkilau keputihan
yang cemerlang menakjubkan dan murni. Kami menuruni gunung dan berjalan di atas
pasir diantara batu-batuan. Ini adalah pasir yang terputih dan terbersih yang
pernah saya lihat, dan pantainya betul-betul terindah yang pernah saya temui.
Di dekatnya ada batu-batuan
yang begitu besar sehingga saya tidak dapat melihat atasnya. Ketika kami
berjalan mengelilingi salah satu daripadanya saya melihat sekumpulan besar
orang yang memakai jubah putih. Tiap wajah seseorang jelas berbeda dengan yang
lain, dan banyak anak-anak kelihatan sedang bermain di pasir. Beberapa anak
kecil memegang tangan anak yang lebih remaja, dan setiap orang sedang
berjalan-jalan dalam suasana bergurau dan bahagia. Sangat menggembirakan sekali
melihat suatu tempat yang begitu cerah dan riang.
Tuhan dan saya duduk di atas
salah satu batu yang besar untuk waktu yang singkat, sambil menikmati keindahan
yang menggetarkan hati di sekeliling kami. Ia menoleh kepada saya dan berkata, “Aku telah membuat banyak hal di sini serupa
dengan hal-hal di bumi sehingga anak-anak-Ku dapat menikmatinya apabila mereka
datang ke kerajaan-Ku, tetapi banyak hal-hal yang tidak sama juga dengan
hal-hal di bumi. Aku mempunyai banyak kejutan yang menggetarkan hati bagi
anak-anak-Ku.”
Ia kedengaran sangat gembira
– seperti orang tua yang telah menyediakan sebanyak mungkin hadiah untuk dibuka
pada hari Natal oleh anak-anaknya. Tuhan seakan-akan ingin anak-anak-Nya
bergembira – seperti mereka yang sedang bermain dengan riang gembira di pasir.
Itulah sebabnya mengapa Ia menciptakan surga untuk menjadi tempat yang sangat
indah. Ia akan menjadi rumah anak-anak-Nya selama-lamanya.
“Sukakah
engkau dengan apa yang Kutunjukkan padamu, Choo Nam?”
“Ya,
Tuhan. Saya telah melihat banyak pantai di bumi tetapi tidak ada satupun yang
dapat menandingi pantai ini.”
Saya dapat merasakan, bahwa
jawaban saya sangat menyenangkan hati Tuan saya.
Tidak lama sesudah itu kami
meninggalkan pantai dan kembali ke gedung putih. Kami berganti dengan jubah dan
mahkota yang agung, dan Tuhan membawa saya ke kolam di mana biasanya kami
mengakhiri setiap kunjungan ke surga. Tuhan duduk di atas batu kegemaran-Nya
sementara saya menyanyi dan menari penuh riang-ria dengan badan transformasi
saya. Sementara itu, tangan-tangan badan duniawi saya sedang bergerak menurut
irama musik surgawi.
“Aku
masih mempunyai banyak hal untuk ditunjukkan kepadamu, puteri-Ku,”
Tuhan berkata ketika saya mendekati Dia. “Engkau
harus sabar.”
Ini berita yang baik bagi
saya, sebab saya tahu yang Ia maksudkan, bahwa saya akan sering pergi ke surga
dengan Dia lagi. Hati saya membubung tinggi karena senang dan girang ketika
saya menari di tempat yang mengagumkan penuh kegembiraan dekat dengan kolam
yang tenang. Saya ada di hadirat Tuhan, di tempat yang disediakan-Nya untuk
saya, dan saya tahu saya semestinya adalah manusia yang paling bahagia yang pernah
hidup.
“HENTIKAN
KEKUATIRAN!”
Air mata sangat kegirangan
mengalir turun dari wajah saya ketika saya berkata, “Terima kasih, Tuhan, karena membawaku ke surga bersama-Mu lagi.”
“Puteri-Ku,
Aku melihat engkau kuatir tentang segala yang Aku minta engkau melakukannya.
Aku telah memberitahumu banyak kali jangan kuatir, Nak, dan engkau tidak
mematuhi Aku dalam hal ini.”
“Tuhan,
maafkan aku. Sepertinya aku tidak dapat berhenti kuatir. Apa yang aku ingin
kerjakan adalah pekerjaan di mana aku telah dipanggil oleh-Mu untuk
melakukannya. Aku ingin melakukannya menurut cara yang Engkau perintahkan
padaku, dan ini semua telah menyebabkan aku cemas.”
“Aku
tidak mau engkau risau tentang apapun mulai sekarang dan seterusnya,” Ia
memerintahkan. “Aku akan mengatur segalanya
untukmu. Berhati-hatilah terhadap beberapa orang, sebab mereka akan memberimu
nasihat yang salah. Karena itu, sementara engkau menulis buku, Aku tidak mau
engkau keluar kota, dan Aku tidak mau siapa pun juga datang ke rumahmu, kecuali
keluargamu.”
Perintah-perintah Tuhan
lebih tegas daripada sebelumnya. Saya mendengarkan dengan sungguh-sungguh
ketika Ia meneruskan.
“Sadarkah
engkau bahwa tidak ada seorangpun datang mengunjungimu sejak Aku membawamu ke
surga?”
“Oh,
ya. Rupanya setiap kali saya mengundang seseorang untuk datang atau membuat
janji untuk bertemu, selalu ada sesuatu yang terjadi yang mengubah rencana
mereka.” “Sekarang engkau
tahu kenapa, anak-Ku. Aku mau engkau memusatkan perhatianmu kepada buku tanpa
gangguan-gangguan. Buku ini sangat penting bagi-Ku,
dan ia akan menjadi berkat istimewa untuk anak-anak-Ku. Apapun yang
engkau kerjakan, Aku mau engkau perbincangkan kepada-Ku terlebih dahulu. Segala
sesuatu mengenai buku ini harus seturut kehendak-Ku.”
Perintah Tuhan yang jelas
berbunyi di hati saya, ketika kami meninggalkan kolam, kembali ke gedung putih
dan berganti dengan pakaian biasa kami. Sesudah itu kami kembali ke pantai di
bumi, dan Tuhan berkata, “Anak-Ku, engkau
lihat pantai ini sangat berbeda dengan pantai yang engkau lihat dalam
kerajaan-Ku.”
“Tuhan,
segala yang Engkau perlihatkan kepadaku dalam kerajaan-Mu begitu indah, kecuali
hal-hal yang menyedihkan.”
“Inilah
sebabnya mengapa Aku memilih engkau untuk mengerjakan pekerjaan ini. Aku tidak
mau seorang pun daripada anak-anak-Ku harus pergi ke lubang neraka. Terserah
kepada mereka mau percaya atau memilih untuk tidak percaya. Aku akan berbicara
lebih banyak mengenai ini nanti, anak-Ku.” Ia lalu mengulurkan
tangan-Nya dan merangkul saya. Ketika Ia pergi, goncangan badan saya berhenti.
Kuasa-Nya yang dilepaskan
dalam tubuh saya mulai menyembuhkan tempat-tempat yang lemah dalam karakter
saya yang masih tersisa dari masa kecil saya. Saya sedang belajar bagaimana
menjadi lebih yakin, bagaimana bergantung dan sungguh-sungguh percaya akan
Tuhan, tetapi saya masih bergumul dengan kecemasan tertentu dan ketakutan.
Pada 19 Maret 1996 Tuhan
meluangkan waktu selama dua jam dengan saya, dari pukul 07.00 sanpai 09.00
pagi. Saya bergoncang selama satu setengah jam dan kemudian merintih dalam Roh
selama lima belas menit lagi pagi itu. Kemudian saya mendengar bunyi yang
menyukakan dan menggerakkan hati yaitu suara Tuhan berkata kepada saya. Ia
memegang tangan saya dan kami kembali ke pantai.
Badan saya diubah kepada
perwujudan yang ajaib, dan saya melihat saya sedang memakai jubah putih seperti
yang telah dipakai Yesus. Kemudian kami naik gunung yang megah sepanjang jalan
yang sempit. Saya melihat sebuah batu yang sangat besar di mana kami duduk
untuk beristirahat.
Lamanya waktu tubuh jasmani
saya harus menahan manifestasi-manifestasi yang mendahului kunjungan-kunjungan
Tuhan lebih dari biasanya, jadi saya tahu kunjungan kali ini akan menjadi suatu
kunjungan yang sangat istimewa. Pikiran saya berlomba-lomba dengan
pengharapan-pengharapan serta kegembiraan. Apa yang akan ditunjukkan oleh Tuhan
hari ini? Kemana Ia akan membawa saya?
Yesus memecahkan lamunan
saya dengan berkata, “Aku tahu engkau
masih cemas tentang hal-hal yang Aku beritahukan dan tunjukkan padamu. Aku
memberitahukanmu untuk berhenti merasa kuatir.” Nada suara-Nya mengandung
marah dan tegas.
“Engkau
tidak percaya akan Firman-Ku.”
Saya seketika mengetahui apa
yang Dia maksudkan. Saya masih kuatir tentang buku itu, bahkan sesudah apa yang
dinyatakan-Nya kepadaku dulu. Ia telah memberitahu saya, bahwa setiap bagian
terkecilpun akan ditangani-Nya dengan teliti, tetapi saya masih merasa gentar
dengan proyek yang begitu pentingnya. Saya sungguh-sungguh merasa kecil oleh
besarnya tugas ini.
Saya mulai menangis air mata
malu dan bertobat atas teguran Tuhan. Saya menyatukan jari-jari tangan daya
menundukkan kepala dan mulai memohon,
“Ampunilah
saya, Tuhan. Bagaimanapun kuatnya saya mencoba untuk tidak kuatir, Tuhan, saya
akhirnya masih risau tentang semuanya ini.”
“Mulai
dari sekarang, Choo Nam, Aku ingin engkau berhenti kuatir. Aku tidak ingin
engkau kuatir akan apa pun. Beberapa orang tidak akan mempercayaimu, tetapi
engkau tidak perlu kuatir mengenai itu. Anak-Ku, Aku hanya memakai engkau untuk
buku ini. Ini buku-Ku dan Aku yang mengurusnya.”
“Seperti
yang telah Kukatakan dari permulaan, ia akan mengambil waktu sebentar untuk
menyiapkan engkau bagi kerja ini, jadi jangan risau. Serahkan semuanya
kepada-Ku. Jikalau engkau kuatir, engkau tidak membuat Aku bahagia.”
“Tuhan,
minta maaf. Ampunilah saya.”
“Aku
tahu engkau tidak tahu tentang banyak hal, tetapi Aku melihat, bahwa engkau
berhati murni. Aku tahu engkau percaya segala sesuatu tentang Aku. Aku telah
melihat ketaatanmu, dan Aku tahu engkau takut akan Firman-Ku.”
“Aku
mau engkau memusatkan perhatianmu hanya pada pekerjaan-Ku dan tidak kepada yang
lain. Aku gembira tentang segala sesuatu mengenai engkau, puteri-Ku. Setelah
engkau menyelesaikan buku ini, Aku akan memberkahimu lebih dari pada apa yang
pernah engkau inginkan.”
“Tuhan,
aku memerlukan Roger untuk menolongku dengan sangat banyak-nya pekerjaan-Mu.”
“Suamimu
akan melayani Aku melaluimu. Aku mempunyai banyak rencana untuk kalian berdua,
jadi siapkan hatimu untuk melayani Aku. Semuanya akan mulai terjadi dengan
segera. Sekarang Aku harus membawamu kembali.”
Kami berjalan turun dari
gunung itu. Sewaktu kami berjalan di atas pasir saya merasa luar biasa
bahagianya. Seolah-olah suatu beban yang sangat berat telah diangkat dari bahu
saya. Benar Tuhan telah menunjukkan kepada saya banyak hal-hal yang baru dan
penting – hal-hal yang membawa kesembuhan dan kemerdekaan pada jiwa saya yang
takut-takut. Sesudah Tuhan meninggalkan saya pagi ini, saya merasa seperti
seorang yang baru.
UTAMAKAN TUHAN
DAHULU
Saya mulai menyelidiki di
dalam Alkitab dan mencari apa yang dapat saya pelajari tentang dosa karena
kuatir. Mata saya tertarik oleh kata-kata Yesus yang ditulis oleh Matius: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah
kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.
Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Matius 6:33-34).
Isi ayat ini adalah Khotbah
di bukit, di mana Yesus menyatakan rahasia-rahasia kemenangan rohani dengan
murid-murid-Nya. Seperti saya, murid-murid itu resah tentang banyak hal. Mereka
kuatir jikalau mereka tidak mempunyai makanan dan pakaian.
Yesus mengingatkan mereka:
“Dan
mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang
tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo
dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga
itu. Jadi jika demikian Tuhan mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada
dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu,
hai orang yang kurang percaya?” (Matius 6:28-30)
Itulah kuncinya – iman! Roh Kudus lalu membawa saya ke satu ayat
yang lain dari Alkitab yang menolong saya menjelaskan ini: “Dan segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa” (Roma
14:23). Itulah sebabnya mengapa kuatir adalah dosa – ia bukan iman. Tuhan
menghendaki kita berjalan di dalam iman, dan tetap dengan kemurahan
kemuliaan-Nya Ia telah menunjukkan kepada saya begitu banyak hal. Saya telah
melihat kenyataan adanya surga dan saya telah berjalan bersama Tuhan! Mengapa
saya mesti kuatir lagi?
Musim semi dimulai dengan
satu kunjungan lain ke pantai bumi. Dari jam 06.30 pagi sehingga 08.15 pagi
pada tanggal 22 Maret 1996, Tuhan pergi dengan saya. Ia membawa saya ke pantai
lagi, dan kali ini Ia kelihatan lebih diam daripada tiga hari sebelumnya.
Akhirnya, Ia duduk di atas batu di sisi gunung di mana kami seringkali duduk,
Yesus berkata, “Jangan sibuk dengan
kesaksian di gereja, Choo Nam, pusatkan perhatian kepada pekerjaan-Ku.”
Ia tahu bahwa keinginan saya
begitu meluap-luap untuk menceritakan pengalaman saya kepada semua orang yang
saya jumpai. Meskipun saya seorang pemalu, saya pikir saya harus menceritakan
kepada setiap orang apa yang saya lihat, dengar, dan alami. Kunjungan terakhir
saya dengan Tuhan dan dilanjutkan dengan mendalami Firman telah memberi
keyakinan dan keberanian kepada saya seperti yang belum pernah saya alami
sebelumnya. Saya merasa sepertinya saya berani membagikan kesaksian saya pada
jutaan orang!
Saya mengambil setiap
kesempatan yang ada untuk bersaksi bagi Tuhan dan Tuan saya, dan saya menyangka
Ia akan gembira sekali karenanya. Kenyataannya, hasrat saya sedemikian besar
untuk bersaksi atas nama-Nya, sehingga saya telah mengulangi kesaksian saya
berkali-kali dengan bantuan sebuah alat perekam.
Urapan Roh Kudus seakan-akan
mendorong saya ke dalam pelayanan umum seperti ini.
Malahan waktu saya pergi
berbelanja saya menceritakan kepada semua orang tentang surga. Beberapa orang
memberi reaksi keheranan. Yang lain membalas dengan gembira dan ingin mendengar
lebih banyak. Saya beritahu mereka untuk membaca bukunya apabila diterbitkan.
Ada orang-orang, seperti
yang dapat saya lihat dari reaksi-reaksi wajah mereka, tidak mau mendengar
tentang perjalanan saya ke surga, tetapi saya telah belajar, bahwa reaksi
mereka yang ragu-ragu tidak penting. Saya tahu saya mempunyai sebuah kisah
untuk diceritakan, dan reaksi manusia tidak akan dapat menahan saya daripada
memberitakan kegairahan yang telah saya alami.
Saya menyadari bahwa
kebanyakan orang percaya ingin mendengar lebih banyak. Banyak yang bertanya, “Kapan bukunya akan selesai?” Kebanyakan
orang yang saya kenal adalah orang-orang yang percaya, termasuk anggota-anggota
keluarga jauh saya yang semuanya telah memberikan sokongan mereka dengan
mengatakan mereka percaya akan cerita saya. Ketika saya membagikannya dengan
seorang kemenakan laki-laki, ia telah dijamah oleh Tuhan. Sekarang ia ikut belajar
Injil dan ke gereja dengan tetap serta lapar sekali akan Tuhan.
Tuhan bukannya tidak suka,
tetapi Ia dengan tegas mengulangi, “Aku
ingin engkau memusatkan perhatianmu kepada buku; dengan itu engkau akan dapat
memuaskan banyak gereja-gereja dan menjangkau orang-orang yang belum
diselamatkan.”
Bunyi suara-Nya, kata-kata-Nya,
pesan-Nya mengalirkan kegembiraan ke dalam roh saya. Saya mulai menyanyi dalam
Roh, dan saya melihat Tuhan sedang memandang saya dan tersenyum. Dan saya dapat
melihat wajah badan transformasi saya tersenyum kepada Tuhan selama saya
menyanyi.
“Puteri-Ku,
Aku menikmati waktu bersama kita,” Tuhan berkata sambil
meletakkan tangan kanan saya ke bawah lengan-Nya. Lama Ia tidak banyak
berbicara, tetapi akhirnya berkata.
“Aku
ingin engkau menulis tentang bagaimana engkau hidup sebagai seorang percaya.
Sangat penting sekali bagi orang-orang lain untuk mengetahui bagaimana engkau
hidup bersama-Ku, untuk melihat bagaimana terbukanya hatimu kepada-Ku.
Kejujuran serta ketaatan hidupmu sangat penting bagi-Ku, dan Aku tahu engkau
selalu mengutamakan Aku di dalam hidupmu. Ketika engkau berdoa, engkau selalu
berkata engkau akan mendahulukan Aku – bahwa Aku ini lebih penting bagimu
daripada siapapun atau apapun di dunia.”
“Aku
ingin engkau tahu bahwa Aku telah mendengar semua doa-doamu meskipun seakan-akan
Aku belum menjawab satu-persatu. Aku tahu hati semua anak-anak-Ku. Aku tidak
dapat memberkati setiap orang yang tidak mempunyai hati yang tulus, tetapi Aku
sungguh ingin anak-anak-Ku diberkati.”
Setelah Ia meninggalkan
saya, kali ini saya memikirkan kata-kata-Nya. Ia seolah-olah sungguh suka
dengan saya, dan saya bergairah sekali mendengar Dia mengatakan, bahwa Ia telah
mendengar semua doa-doa saya. Ia membawa saya ke sebuah ayat penting dalam Alkitab:
“Dan inilah keberanian percaya kita
kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu
kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu, bahwa Ia mengabulkan
apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu, bahwa kita telah memperoleh
segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya” (1 Yohanes 5:14-15). Tuhan
mendengar dan menjawab doa-doa yang tulus dari anak-anak-Nya.
Ia menunjukkan kepada saya
banyak sekali janji-janji doa yang berarti dan berharga, dan saya tahu Ia mau
saya memohonnya satu-persatu:
“Bila
ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam
kesesakan, Aku akan meluputkannya dan memuliakannya. Dengan panjang umur akan
Kukenyangkan dia, dan akan Kuperlihatkan kepadanya keselamatan dari pada-Ku.” (Mazmur
91:15-16)
“TUHAN
dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya, pada setiap orang yang berseru
kepada-Nya dalam kesetiaan.” (Mazmur 145:18)
“Berserulah
kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan memberitahukan kepadamu
hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami, yakni hal-hal yang tidak kau
ketahui.” (Yeremia 33:3)
“Bapamu
mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya.”
(Matius 6:8)
“Mintalah,
maka akan diberikan kepadamu, carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka
pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan
setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya
pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8)
“Dan
apa saja yang kamu minta dalam doa dan dengan penuh kepercayaan, kamu akan
menerimanya.” (Matius 21:22)
Ini hanya beberapa daripada
janji-janji doa yang berkuasa dari Firman Tuhan yang diperlihatkan oleh Roh
Kudus pada saya. Pada 23 Maret 1996 saya sedang berdoa dengan khusyuknya di
bawah satu urapan Roh Kudus yang kuat. Badan saya menggetar dengan hebat, dan
keluhan-keluhan dari dalam roh saya keluar dengan kerasnya seperti yang belum
pernah saya alami sebelumnya.
Tuhan datang ke kamar tidur
saya dan duduk dekat jendela. Kemudian saya melihat badan transformasi saya
sedang duduk di sebelah Tuhan, dan saya sangat terkejut. Tubuhnya seperti saya
sedang mengalami keluar dari badan saya sama sekali – saya betul-betul roh.
Suara Yesus yang lembut berkata kepadaku: “Engkau
menyerahkan seluruh hidupmu untuk-Ku. Hatimu dengan tulus membuang semua
perkara duniawi untuk-Ku. Sekarang Aku tahu bahwa tidak ada sesuatupun dapat
membawa kepuasan kepadamu lebih daripada berada di hadirat-Ku. Sebab itu, Aku
tidak mau engkau berkata bahwa engkau kurang baik untuk-Ku. Kesetianmu sangat
penting bagi-Ku.”
Suatu suara luar biasa,
suara surgawi keluar dari roh saya. Gejala ini biasanya terjadi bersamaan
dengan penglihatan-penglihatan yang diberikan Tuhan kepadaku.
Kemudian Tuhan menunjukkan
kaki dan tangan-Nya kepada saya. Saya dapat melihat bekas luka-luka dari paku
pada kaki-kaki dan tangan-tangan-Nya. Pada mulanya Ia duduk dengan kaki-kaki-Nya
tersilang, tetapi kemudian Ia meluruskan kaki-kaki-Nya. Saya melihat, bahwa
pada bagian atas kedua belah kaki-Nya ada bekas luka yang bulat dan dalam.
Kemudian saya melihat ke dua belah tangan-Nya – ada bekas-bekas luka yang bulat
dan putih. Sangat dekat pergelangan tangan-Nya.
Hati saya tersayat untuk
Tuhan dan Tuan saya. Saya menyentuh tangan-tangan-Nya dan kaki-kaki-Nya. Lalu
saya membenamkan wajah saya ke dalam tangan-tangan dan kaki-kaki-Nya dan mulai
menangis tersedu-sedu. Saya menangis seperti seorang bayi ketika saya sadar
akan semua yang telah dialaminya. Saya bertanya dalam hati, apakah seluruh
rumah dapat mendengar tangisan saya. Saya dapat melihat badan transformasi saya
dengan mukanya dalam tangan dan kaki Tuhan, membelainya dengan lembut dan saya
tahu saya sedang menangis dalam badan transformasi saya. Tuhan mulai berbicara.
“Ketika
Aku masih di bumi Aku hidup untuk Firman Bapa-Ku, dan Aku tahu apa yang harus
Aku hadapi, tetapi Aku hidup untuk Firman Bapa-Ku. Itulah sebabnya mengapa
seluruh surga dan bumi adalah milik-Ku sekarang.”
“Sangat
banyak anak-anak-Ku yang tahu apa yang Aku inginkan mereka berbuat, tetapi
mereka masih lebih cinta akan perkara dunia ini daripada firman-Ku. Anak-anak yang hidup dalam Firman-Ku, sesuai dengan
Firman-Ku, adalah mereka yang hatinya kudus. Mereka adalah satu-satunya
yang akan masuk rumah-rumah yang telah Kusediakan bagi mereka, seperti yang
engkau lihat dengan namamu pada pintu. Tak seorang pun
dapat melihat keduanya: kerajaan dunia ini dan kerajaan-Ku. Jikalau seseorang
mencintai dunia lebih daripada mencintai-Ku, ia tidak dapat masuk ke dalam
kerajaan-Ku.”
Ini adalah pesan Tuhan yang
paling tegas yang pernah diberikan kepada saya selama ini. Saya tahu, bahwa
saya harus mencatatnya dengan teliti dan cermat supaya dunia tahu bahwa Ia mau
menjadi yang Pertama di dalam segala segi kehidupan kita. Ia menciptakan kita
dan mati untuk kita supaya kita tidak binasa dalam neraka. Ia melanjutkan :
“Ketika
Aku masih di dunia ini, Aku menderita sehingga akhir. Aku serahkan hidup-Ku
untuk anak-anak-Ku. Aku ingin mereka hidup dengan Firman-Ku sehingga mereka
mendapat kehidupan yang kekal bersama-Ku. Kehidupan duniawi ini tidak akan
pernah dapat dibandingkan dengan kerajaan-Ku.”
Ketika Ia mengucapkan
kata-kata ini nadanya sedih dan pedih.
Saya tidak akan pernah
melupakan kata-kata itu – dan saya tahu kata-kata itu sangat benar. Dalam hidup ini tidak ada sesuatu yang dapat dibandingkan
dengan kerajaan Tuhan. Saya telah melihatnya, dan saya tahu kerajaan-Nya
disediakan untuk kita.
BAB10 - YERUSALEM
TELAH TERSEDIA
“Aku
datang segera. Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil
mahkotamu. Barangsiapa menang, ia akan Kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci
Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya akan Kutuliskan
nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu Yerusalem baru, yang turun dari surga
dari Allah-Ku, dan nama-Ku yang baru.” (Wahyu 3:11-12)
Musim semi – musim di mana
bunga-bunga sangat indah, angin sepoi hangat dan pohon-pohon bertunas. Di
Negara bagian Washington, dimana saya tinggal, inilah waktu yang paling
mengagumkan setiap tahun. Di surga, seolah-olah tak habis-habisnya musim semi –
kehangatan, keindahan, kedamaian, dan kegembiraan dimana-mana. Di dalam hati
saya, saya telah merayakan musim semi sepanjang penghabisan musim dingin
disebabkan oleh kunjungan-kunjungan saya dengan Tuhan. Dan
perjalanan-perjalanan saya yang penuh gairah ke surga.
Pada 24 Maret 1996, Roger
dan saya mengikuti kebaktian gereja. Pendeta kami berkhotbah tentang
penderitaan Yesus sebelum disalibkan. Masa menjelang perayaan Paskah – waktu
orang-orang Kristen mempersiapkan penyaliban dan kebangkitan Yesus Kristus.
Waktu pendeta menggambarkan penderitaan Tuhan dan membaca ayat suci yang
berhubungan dengan penderitaan-Nya, saya mulai menangis. Tidak mengherankan
bagi saya bergoncang waktu penyembahan kami, tetapi kali ini badan saya
bergoncang begitu kuat sehingga hampir membuat saya terjatuh dari kursi saya.
Urapan Roh Kudus sangat melimpah ke atas saya.
TANGAN-TANGAN
DAN KAKI-KAKI YANG BERBEKAS LUKA
“Puteri-Ku,
Aku ingin engkau melihat tangan-tangan-Ku lagi,” dan
Ia menunjuk kepada bekas luka-luka di kedua tangan dan kaki-Nya. Suara aneh
yang biasa saya suarakan ketika penglihatan-penglihatan rohani datang kepada
saya kali ini tidak keluar. Saya duduk di hadirat Tuhan, sama sekali diam waktu
Ia meneruskan berkata kepada saya.
“Aku
ingin engkau terus menulis apa yang Aku tunjukkan padamu,” Ia
berpesan. Saya mengangguk tanda setuju.
Tak terhingga gembiranya
dapat mengunjungi secara pribadi dengan Tuhan selama ibadah kebaktian umum
kami. Saya ingin berdiri dan memberitahu setiap orang bahwa saya baru saja
melihat Tuhan dan bahwa Ia memperlihatkanku bekas-bekas luka-Nya, tetapi Roh di
dalam diri saya mencegah saya untuk berbuat demikian, jadi saya duduk dengan
sabar sampai kebaktian selesai. Saya percaya ini adalah “suara kecil, tenang” Roh Kudus Tuhan yang meminta saya untuk tidak
berbicara.
Sejak itu saya telah belajar
bahwa seperti yang ditulis oleh Salomo, ada waktu
untuk berbicara dan ada waktu untuk diam (lihat Pengkhotbah 3:7). Yesus
sedang melatih saya untuk menjadi peka atas bimbingan Roh di dalam hidup saya,
dan saya tahu, bahwa sampai Ia menyuruh saya, sebaliknya saya terus menerima
bukan memberi.
Selama kebaktian saya
menangis di bawah urapan Roh Kudus yang indah. Goncangan mereka ketika Tuhan
pergi, tetapi air mata tidak. Saya mendengar kata-kata pendeta, tetapi pikiran
dan roh saya berpusat kepada sesuatu yang lain – bekas luka-luka Tuhan yang
sampai sekarang telah dua kali diperlihatkan pada saya.
Saya mulai mendalami
beberapa ayat Alkitab yang saya ingat dari pelajaran saya dan kebaktian gereja
lainnya : “Tetapi dia tertikam oleh
karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran
yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpa kepadanya, dan oleh
bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yesaya 53:5). “Maka sampailah mereka di suatu tempat yang bernama Golgota, artinya :
Tempat Tengkorak. Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu.
Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya. Sesudah menyalibkan Dia mereka
membagi-bagi pakaian-Nya dengan membuang undi” (Matius 27:33-35).
Saya dapat melihat Tuhan dan
Tuan saya yang saya kasihi tergantung pada kayu salib dari Kalvari, di atas
bukit Golgota. Paku-paku yang tajam merobek daging kedua telapak tangan dan
pergelangan kaki-Nya ketika Ia tergantung di sana sangat lemah dan letih lesu.
Tombak serdadu Romawi membuat luka yang menganga pada lambung-Nya, dan aliran
darah dari mahkota duri yang ditekan masuk kepala-Nya turun melalui wajah-Nya
Ada satu genangan darah pada
kaki kayu salib, dan orang-orang menginjak darah-Nya ketika mereka memanjat,
mencoba mengambil jubah-Nya tak ada jahitan tepinya. Langit di atas berwarna
kelabu suram, dan kilat memancar dari jauh.
Orang-orang menghina Dia,
meludahi Dia, dan menyumpahi Dia. Mereka sedang merayakan pesta jahanam atas
pengorbanan Tuan saya. Kemudian, terbayangkan oleh saya, ibu-Nya, Maria,
tertunduk dekat kayu salib, badannya gemetar dan air mata mengalir deras dari
wajahnya.
Oh, bagaimana saya mengerti
perasaan pada hari Jumat suci yang pertama – ia harus memandang puteranya yang
telanjang, orang yang sangat disayanginya, disiksa dan dibunuh di depannya –
dan tidak ada apa yang dapat diperbuatnya untuk menghentikan itu. Yesus dapat
memanggil selaksa malaikat untuk datang menolong-Nya, tetapi ia bahkan memilih
mati disalibkan dengan kejam dan memalukan supaya kita dapat menemukan jalan
kehidupan.
Saya bersyukur kepada Tuhan
untuk penglihatan-penglihatan yang diberikan-Nya kepada saya, sebab sekarang
saya benar-benar mengerti segala yang dialami oleh Yesus untuk orang-orang yang
sangat dicintai-Nya. Ia digantung di atas kayu salib yang kejam, di antara
surga dan bumi, supaya kita akan memperoleh hidup yang kekal. Ia tidak pernah
berdosa, akan tetapi Ia dengan rela menanggung sendiri semua dosa kita.
Alangkah mulianya Juruselamat kita!
Bekas luka-luka pada tangan
dan kaki-Nya nyata. Saya telah melihatnya. Itu adalah tanda penderitaan yang
hebat – kesakitan yang dialami-Nya untuk Saudara dan saya.
IKAN DI SURGA
?
Pada 25 Maret 1996 Yesus
mengunjungi saya dari jam 06.35 pagi sampai 08.50 pagi. Kami berjalan dan
bercakap bersama seperti biasa – di pantai, diatas jembatan emas, sepanjang
jalan yang berliku. Sesudah berjalan di jalan yang biasa sebentar, Tuhan
mengiringi saya ke jalan yang lain, sepanjang sebuah jalan yang lebar dan
putih. Kelihatannya seperti sebuah jalan raya di Amerika yang dibarisi oleh
pohon-pohon pada kedua sisinya.
Pohon-pohon ini sangat
tinggi dan daun-daunnya paling menarik yang pernah saya lihat. Ketika kami
berjalan, saya melihat, bahwa pohon-pohon itu mulai berubah warnanya. Seperti
berjalan sepanjang deretan pelangi – susunan warna-warnanya luar biasa!
Jalan ini menuju ke sebuah
bukit yang lebih kecil dari jangkauan yang biasa kami daki. Dari puncaknya
lambat laun saya melihat sebuah sungai perak berkilauan oleh cahaya matahari
surga. Deretan gunung-gunung dipenuhi pemandangan yang keindahannya hanya dapat
dihasilkan oleh surga. Gunung-gunung kelihatan seperti berhutankan
pohon-pohonan yang selalu menghijau.
Kami menuruni sisi bukit dan
berjalan menuju ke air di mana kami melihat segala macam ikan berenang di sungai
yang berbatu dasarnya. Sangat mengagumkan, saya melihat ikan di surga, dan saya
mulai tertawa. Saya sangat menikmati saat ini sehingga saya melangkah dan mulai
berjalan di dalam air.
Saya mengulurkan tangan saya
ke bawah dan menangkap seekor ikan berbelang merah dan mengangkatnya keluar
dari air. Saya tak dapat menahan tertawa saya, jadi ikan itu meloncat keluar
dari tangan saya dan berenang ke tempat yang aman. Memperhatikan tangkapan saya
berenang pergi ke dalam kebebasan mutlak, melompat-lompat dengan ikan-ikan
lainnya, menyebabkan saya tertawa geli sampai keluar air mata. Saya menangkap
seekor ikan yang lain – yang ini warnanya berbeda – dan ia melompat keluar dari
tangan saya juga. Ini adalah waktu yang penuh dengan riang-ria, dan Tuhan mulai
tertawa bersama saya.
Ia mulai ikut serta dalam
perbuatan saya, mengulurkan tangan dan menangkap seekor ikan yang sangat besar
berwarna seperti “lapisan berwarna-warni”.
Ia melihat kepada ikan itu dengan kagum dan kemudian melemparkannya kembali ke
dalam sungai, masih dengan tertawa. Sungguh menyenangkan sekali melihat Tuhan
menikmati waktu bersama saya.
Saya terus tertawa – bebas,
tertawa terbahak-bahak – dan rasanya begitu bahagia. Semakin saya mendengar
tertawa Tuhan, semakin kuat saya tertawa. Akhirnya, saya dipenuhi oleh tawa,
tetapi merasa sangat tenteram.
Yesus berkata, “Anakku, engkau tentunya sangat menikmati
ini. Sukakah engkau memancing ikan?”
“Aku
hanya menikmati keadaan di sini, Tuhan.”
“Aku
mempunyai lebih banyak ikan untuk ditunjukkan padamu nanti. Apakah engkau mau
menangkap lebih banyak ikan?”
“Aku
terlalu sibuk tertawa untuk dapat menangkap seekor ikan pun, Tuhan,”
kata saya ditengah-tengah gelombang tawa.
“Lebih
baik kita kembali sekarang, puteri-Ku. Aku harus membawamu ke suatu tempat yang
lain.”
Kami meninggalkan sungai,
dan saya merasa sangat dibersihkan oleh saat-saat tawa yang menggembirakan
sebelumnya. Ikan-ikan sangat menyenangkan, dan saya ingat, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur” (Amsal 17:22). Saya
merasa saya telah minum obat kegembiraan yang tidak akan habis selamanya!
Alangkah bahagianya melihat
Tuhan saya jelas sekali merasa senang dengan kegirangan dan kebahagiaan saya.
Pengalaman ini menolong saya mengerti ayat : “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa”
(Mazmur 16:11).
Saya telah menjalani jalan
kehidupan di surga, dan saya telah minum dari sungai sukacita-Nya seperti yang
digambarkan oleh si pemazmur : “Betapa
berharganya kasih setia-Mu, ya Allah! Anak-anak manusia berlindung dalam
naungan sayap-Mu. Mereka mengenyangkan dirinya dengan lemak di rumah-Mu; Engkau
memberi mereka minum dari sungai kesenangan-Mu. Sebab pada-Mu ada sumber hayat,
di dalam terang-Mu kami melihat terang” (Mazmur 36:8-9).
Kegembiraan saya meluap-luap
seperti air mancur dan melimpah ruah seperti air terjun.
TERBANG
MELINTASI SURGA
Kami kembali ke jalan sama
yang telah kami lalui untuk sampai ke sisi gunung. Lalu Tuhan membawa saya ke
sebuah gunung yang tinggi melalui sebuah jalan yang sangat yang dibatasi oleh
pohon-pohon yang tinggi besar dan semak-semak. Kami berjalan sepanjang jalan
ini beberapa waktu lamanya. Ini menyebabkan saya ingin tahu kemana kami pergi.
Saya juga ingin tahu mengapa jalan ini sangat sempit.
Akhirnya kami sampai ke
ujung jalan di mana saya melihat melalui bukit dan melihat sebuah pagar putih
mengelilingi banyak bangunan-bangunan putih. Bangunan-bangunan itu berkilauan
oleh warna putih yang terputih – suatu putih yang lebih cemerlang daripada
putihnya salju yang baru jatuh. Saya ingin lebih dekat dengan pemandangan di
depan saya, tetapi seperti biasanya seringkali Yesus menunjukkan adegan ini
kepada saya dari jauh. Saya tidak mengerti mengapa.
Ia berkata kepada saya, “Puteri-Ku, Aku ingin engkau melihatnya
dengan jelas, jadi kita harus turun ke sana.” Ia menjangkau, memegang
tangan saya, dan kami mulai terbang. Suatu pengalaman yang mendebarkan hati,
dan keluhan yang keras keluar dari badan jasmani saya.
Ketika kami mendarat di
lembah yang subur, Yesus membawa saya ke jalan yang putih murni ini. Lalu saya
nampak bahwa ada rumah-rumah putih yang indah di kedua sisinya. Jalannya putih
dan bercahaya seperti kaca. Kesemuanya serba putih disana. Pagarnya kelihatan
seolah-olah lebih tinggi daripada rumah-rumah yang saya nampak dari puncak
bukit.
Rasanya tidak mungkin, pada
waktu ini, untuk saya menerangkan, atau bahkan mengusulkan, mengapa Tuhan
menunjukkan kepada saya beberapa hal yang dimiliki-Nya. Seringkali Ia
menunjukkan hal-hal yang sama pada dua kesempatan yang berlainan. Kami biasanya
tidak menghabiskan banyak waktu pada setiap tempat, dan Ia memberikan sedikit
penjelasan tentang artinya, tetapi bagi saya tak mengapa sebab saya tahu
waktunya akan tiba saat saya akan mengenal dengan sempurna, seperti saya
sendiri dikenal (lihat 1 Korintus 13:12).
Tuhan mengatakan, bahwa Ia
harus menunjukkan ini kepada saya ini, jadi kami mendekati salah satu
rumah-rumah itu. Ia mempunyai dua belah pintu dengan bingkai emas. Pintunya dihias
dengan kaca berwarna. Saya terutama sekali melihat tombol pintu dari emas
murni!
Ketika kami masuk rumah itu,
saya melihat, bahwa semua jendelanya terbuat dari kaca berwarna. Permadaninya
berwarna-warni – suatu campuran warna-warna yang lembut dan memberi kesan
bagian dalam rumah sangat klasik. Batu permata yang menghiasi dinding-dinding
bercahaya dan bersinar. Saya merasa seperti sedang melangkah ke dalam sebuah
lukisan dan bukan sebuah rumah. Saya berjalan menaiki anak tangga emas yang
mempunyai pola sketsa yang berbelit-belit di permukaannya. Pada bagian atas
anak tangga, saya berjalan ke dalam sebuah kamar tidur di mana sebuah tempat
tidurnya berdiri lebih hebat dan lebih besar daripada tempat tidur ukuran raja
manapun di bumi. Saya mengelilinginya dan masuk ke kamar hias. Semuanya
dipenuhi dengan emas dan batu permata berharga pada dindingnya kecuali satu.
Dinding itu mempunyai kaca ukuran satu badan untuk memantulkan keindahan yang
luar biasa dari suasana sekeliling secara langsung.
Saya memperhatikan, bahwa
semua ruangan dalam rumah itu besar sekali, termasuk kamar berhiasnya.
Kenyataan, setiap rumah yang Tuhan perlihatkan pada saya mempunyai kamar-kamar
yang luas dan indah sekali diluar perkiraan.
Saya mulai bernyanyi dengan
gembira sewaktu saya berjalan sepanjang gang, masuk setiap kamar dan menikmati
tempat tinggal yang begitu menyenangkan. Sesudah pesiar saya diatas selesai,
saya turun ke bawah, di mana Tuhan sedang berjalan mengelilingi sebuah ruangan
yang sangat menyerupai kamar tamu. Ia mendengar saya, menoleh, memandang saya,
dan berkata, “Sukakah engkau akan tempat
ini?”
“Ya,
Tuhanku. Rumah ini cantik. Siapakah yang akan tinggal dalam rumah-rumah yang
Engkau tunjukkan padaku ini?”
“Semua
anak-anak-Ku akan tinggal dalam rumah-rumah ini. Aku telah menyediakan untuk
mereka. Mereka akan tinggal di sini lebih cepat dari apa yang mereka duga.”
KOTA KUDUS
Tuhan memegang tangan saya
dan kami meninggalkan lembah yang cantik itu. Selanjutnya, kami berjalan atas
sebuah jalan yang terpisah yang sama warnanya seperti jalan berbata kuning di
film The Wizard of Oz. ada rumah-rumah berwarna putih pada kedua sisi jalanan
itu. Pulau di tengah-tengah jalan itu dihiasi dengan pohon-pohon buah-buahan
yang telah diletakkan teratur sepanjang sebuah aliran yang jernih dan berwarna
biru yang tak terkatakan panjangnya. Ada banyak batu-batu cantik pada ke dua
sisi aliran air.
Kemudian Tuhan memegang
tangan saya dan berkata, “Kita naik ke
atas, puteri-Ku.” Kami terangkat dari atas tanah lurus ke atas, seperti sebuah
helikopter, dan kemudian kami mulai terbang. Ia membawa saya ke gunung yang
sama di mana kami memulai perjalan khusus ini.
Ketika kami sedang terbang,
badan duniawi saya, terbaring di atas tempat tidur, menjerit karena panik.
Dalam badan transformasi saya bagaimanapun juga, saya mulai biasa dengan
hal-hal luar biasa yang saya alami di surga. Kami berjalan kembali ke jalanan
yang sempit dan pergi ke bangunan putih dimana kami selalu berganti pakaian
kami. Seterusnya, kami pergi ke kolam yang tenang.
Saat kami tiba di kolam saya
mulai menyanyi dan menari. Hati saya masih melayang dengan gembira. Tuhan
berkata, “Mari, Choo Nam, duduk
dekat-Ku.” Saya menurut dan mengambil tempat di atas batu di sebelah-Nya
sambil memegang tangan-Nya.
“Anak-Ku,
Aku menunjukkan sungai dan Yerusalem Baru
kepadamu. Rumah-rumah itu ada di Yerusalem – Kota Kudus. Kita semua akan
tinggal di Yerusalem ketika Aku membawa pulang anak-anak-Ku. Aku ingin semua
anak-anak-Ku mengetahui bahwa Yerusalem sudah tersedia bagi mereka.”
“Engkau
melihat tidak ada jalan untuk masuk ke dalam Yerusalem. Karena itu, kita harus
terbang untuk ke sana. Kita semua akan segera terbang ke sana – itulah sebabnya
pekerjaanmu sangat penting.”
“Aku
tak ingin engkau tertinggal apapun yang telah Aku tunjukkan atau ceritakan
padamu,” Tuhan meneruskan. “Aku
tahu beberapa orang tidak akan percaya banyak hal yang Kutunjukkan padamu –
yang ragu-ragu dan mereka yang tidak mengenal Firman-Ku – tetapi Aku tahu
betapa kerasnya engkau berusaha menyenangkan Aku.”
“Setelah
engkau menyelesaikan kerja ini, hidupmu akan menjadi gembira selalu – lebih
indah daripada yang telah engkau alami. Engkau akan diberkati. Barangsiapa
percaya padamu dan menolong akan diberkati juga.”
“Engkau
akan menjadi suatu keajaiban kepada semua gereja, suatu kegembiraan bagi mereka
yang siap dan menantikan-Ku, dan suatu berita buruk bagi mereka yang mencintai
dunia lebih daripada mencintai Aku. Buku ini akan membantu melepaskan banyak
orang yang sedang dalam kegelapan rohani.”
“Anak-Ku,
engkau tak usah peduli dengan apa yang akan orang pikir atau katakan; tulis
saja apa yang Kuperlihatkan dan kuceritakan padamu. Aku percaya sepenuhnya akan
ketaatanmu. Engkau selalu takut dan percaya Firman-Ku sejak engkau mengenal-Ku.
Aku melihat, bahwa engkau tidak pernah dengan sengaja tidak taat sejak engkau
memberikan hatimu kepada-Ku, dan engkau selalu mengutamakan Aku di dalam
hidupmu. Karena itulah Aku memilihmu sebagai puteri dan teman-Ku yang
istimewa.”
Kata-kata-Nya begitu rendah
hati dan meyakinkan. Menyebabkan saya merasa girang. Satu hal yang saya tahu
dengan pasti – sejak saya menjadi seorang percaya saya selalu berusaha untuk
menyenangkan Tuhan saya, meletakkan Dia sebagai yang pertama dalam setiap
keadaan dan keputusan. Ia memberkati ketaatan saya.
“Akan
mengambil waktu yang lama menyiapkanmu untuk pekerjaan ini,” Ia
berkata. “Sekarang engkau tahu bagaimana
istimewanya engkau untuk-Ku. Engkau berkata bahwa engkau telah memberikan
hidupmu pada-Ku, dan Aku tahu hatimu. Jangan
sekali-kali menyimpang dari tanggung jawab ini, Choo Nam.”
“Apapun yang harus engkau korbankan, atau lepaskan, di
dalam kehidupan duniamu akan dipulihkan kepadamu di surga. Di surga,
engkau akan bersama-Ku selamanya.”
Bagi saya, itu adalah
kata-kata yang terpenting dari segalanya. Janji inilah yang membuat saya
berjalan terus, sebab saya tahu bagaimana tak terperikan indahnya bersama
dengan Dia. Menggairahkan mengetahui, bahwa saya akan di hadirat-Nya
selama-lamanya adalah pikiran yang paling terberkati dari semuanya.
“Tuhan,
aku tidak begitu pandai,” saya menangis. “Hanya karena aku mencintai-Mu lebih daripada hidupku sendiri. Aku
tidak bahagia dengan siapapun atau apapun kecuali ada Engkau. Aku merasakan
sangat gembira.”
“Barang siapa mengijinkan Aku mengatur hidupnya akan
diberkati. Mereka adalah anak-anak-Ku yang taat. Engkau adalah anak-Ku
yang istimewa.”
Ketika kunjungan selesai
saya merenungkan hal-hal yang telah diberitahukan Yesus kepada saya. Yerusalem
Baru datang dari Surga. Ia sudah siap sekarang. Tuhan ingin anak-anak-Nya
menikmati kemuliaan kekal bersama Dia. Ia telah memilih saya untuk membagikan
semuanya ini dengan siapa saja yang mau mendengar.
Sepanjang hari saya
mempelajari apa yang dikatakan Alkitab tentang Yerusalem Baru. Ketika saya
membaca pasal ke dua puluh satu dari Wahyu, saya sadar bahwa rasul Yohanes
telah mengalami peristiwa yang sama dengan Tuhan yang mana baru saja saya
nikmati.
“Lalu
di dalam roh Ia membawa saya ke atas sebuah gunung yang besar lagi tinggi dan
Ia menunjukkan kepadaku kota yang kudus itu. Yerusalem, turun dari sorga, dari
Allah. Kota itu penuh dengan kemuliaan Tuhan dan cahayanya sama seperti permata
yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.” (Wahyu
21:10-11)
Saya sangat terpikat oleh
penggambarannya tentang kota sorgawi, karena saya telah melihat sangat banyak
hal-hal yang ditulisnya. “Dan aku tidak
melihat Bait Suci di dalamnya : sebab Allah Tuhan Yang Mahakuasa, adalah Bait
Sucinya, demikian juga Anak Domba itu. Dan kota itu tidak memerlukan matahari
dan bulan untuk menyinarinya, sebab kemuliaan Allah meneranginya dan Anak Domba
itu adalah lampunya.” (Wahyu 21:22-23)
Saya
telah berjalan dalam gerbangnya tidak akan ditutup pada siang hari, sebab malam
tidak akan ada lagi di sana; dan kekayaan dan hormat bangsa-bangsa akan dibawa
kepadanya. Tetapi tidak akan masuk kedalamnya sesuatu yang najis, atau orang
yang melakukan kekejian atau dosa, tetapi hanya mereka yang namanya tertulis di
dalam kitab kehidupan Anak Domba itu. (Wahyu 21:25-27)
Inilah yang telah
diberitahukan Yesus kepada saya – surga disediakan untuk mereka yang patuh.
Hanya yang hatinya tahir akan dapat masuk dan hidup disana. Saya meneruskan
bacaan saya, ke pasal 22, dan saya betul-betul tercengang oleh penegasan
tentang kenyataan surga yang telah saya alami ini.
“Lalu
ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan
mengalir keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu. Di tengah-tengah
jalan kota itu, yaitu di seberang-menyeberang sungai itu, ada pohon-pohon
kehidupan yang berbuah dua belas kali, tiap-tiap bulan sekali; dan daun
pohon-pohon itu dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa.”
(Wahyu 22:1-2)
Saya telah mengecap air
sungai itu, dan saya telah berjalan di jalan-jalannya. Saya telah melihat
pohon-pohonnya dan bahkan telah merasakan buahnya dari beberapa pohon.
Pesan yang diberikan Yesus
kepada Yohanes adalah sama dengan yang diberikan-Nya kepada saya. Inilah pesan
yang Tuhan ingin saya beritahukan setiap orang yang mau mendengarkan: “Sesungguhnya Aku datang segera.
Berbahagialah orang yang menuruti perkataan-perkataan nubuat kitab ini”
(Wahyu 22:7).
Tuhan adil, dan Ia ingin
semua orang tahu : “Sesungguhnya Aku
datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan kepada setiap orang
menurut perbuatannya. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang
Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir” (Wahyu 22:12-13).
BAB11 - MAKANAN
SURGAWI KENIKMATAN SURGAWI
“…Berbahagialah
mereka yang diundang ke Perjamuan kawin Anak Domba…”.
(Wahyu 19:9) (Tekanan Ditambahkan)
Seluruh badan saya bergetar
dengan kuat selama tiga puluh menit sebelum kedatangan Tuhan pada tanggal 27
Maret. Saya dapat bersama-Nya dari jam 06.30 pagi sampai 08.45 pagi. Setelah
bergoncang 30 menit, Tuhan datang dan memegang tangan saya.
Di dalam badan transformasi
saya, saya berjalan dengan Tuhan di pantai dan kemudian Ia mengiringi saya ke
surga. Kami berjalan melalui gerbang-gerbang mutiara dan pergi ke gedung putih
untuk mengganti pakaian kami. Setelah berganti, kami berjalan menyeberang
jembatan emas.
Semuanya menjadi begitu
biasa untuk saya. Setiap orang percaya, saya yakin, akan mengalami prosedur
yang sama waktu ia pergi ke surga. Saya berbagi kesempatan yang istimewa
mengunjungi surga sebelum mati. Rasul Paulus menulis mengenai salah satu
daripada jiwa-jiwa yang beruntung di pasal ke 12 dari 2 Korintus.
“Aku
tahu tentang seorang Kristen; empat belas yang lampau – entah di dalam tubuh,
aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Tuhan yang mengetahuinya –
orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari sorga. Aku juga tahu
tentang orang itu, – entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu,
Tuhan yang mengetahuinya – ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus, dan ia mendengar
kata-kata yang tak terkatakan, yang tak boleh diucapkan manusia.” (2 Korintus
12:2-4)
Saya tahu dengan tepat apa
yang dialami rasul itu, sebab banyak hal yang saya lihat dan dengar di surga,
dilarang untuk saya beritahukan kepada orang lain.
KUNJUNGAN-KUNJUNGAN
KE SURGA SESUAI ALKITAB
Rasul Yohanes, seperti yang
telah ditulis di dalam kitab Wahyu, juga pergi ke surga. Kunjungannya di
dahului oleh kunjungan pribadi Tuhan Yesus, yang mengatakan,”Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan, yang ada dan yang sudah ada
dan yang akan datang, Yang Mahakuasa” (Wahyu 1:8). Seperti Yohanes,
kunjungan-kunjungan saya ke surga selalu di dahului dengan kunjungan Tuhan.
Nabi Elia pergi ke surga
juga. Bagian yang mencatat tentang pertemuan surgawinya mengatakan : “Sedang mereka berjalan terus sambil
berkata-kata, tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan
keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai” (2 Raja-raja 2:11).
Elia terbang ke surga dengan jalan melalui angin badai, dan saya percaya
penerbangan-penerbangan saya ke surga dapat digambarkan dengan cara yang sama.
Tuhan telah bermurah hati
kepada banyak yang lain sebelum saya – orang-orang yang diangkat-Nya ke surga
sebelum mati. Dalam setiap kejadian, ada maksud tertentu yang berhubungan
dengan waktu itu untuk kunjungan-kunjungan ke surga. Selalu, Tuhan prihatin
mengenai menyadarkan orang-orang-Nya, bahwa Ia mau mereka hidup bersama Dia
selama-lamanya.
Betapa istimewanya saya ada
di antara sedikit orang-orang yang terpilih yang mendapat kehormatan dengan
cara ini. Semakin saya memikirkan mengenainya, ini bukan karena saya sangat
istimewa tetapi hanya karena saya mau mengikuti dan melayani Tuhan saja
selama-lamanya. Hati saya berdebar ingin memberitahukan orang lain untuk
mengetahui tentang kunjungan-kunjungan saya ke surga.
MAKANAN UNTUK
KERAJAAN
Tuhan dan saya berjalan
sepanjang jalan lama sekali, kemudian kami membelok ke kanan, berjalan ke sisi
bukit turun ke tangga dari batu. Saya melihat sebuah danau yang kelihatan
seperti sebuah sungai yang sempit dan sangat panjang.
“Apa
yang akan Aku perlihatkan padamu, puteri-Ku, akan menjadi sangat berharga bagi
anak-anak-Ku.”
Ada pohon buah-buahan yang
bagus sekali pada kedua tepi sungai. Pada satu tepi, pohon-pohonnya
menghasilkan buah berwarna ungu; pada tepi yang lain, pohon-pohonnya sarat
dengan buah berwarna merah indah. Buah-buahan ini begitu menarik, dan saya
ingin sekali mencobanya. Buah yang merah berbentuk seperti titik-titik air mata
yang besar.
Tuhan tentu tahu keinginan saya
untuk mencoba buah-buahan ini, jadi Ia mengulurkan tangan, memetik satu dan
memberikannya kepada saya untuk dimakan. Ini tidak seperti buah yang pernah
saya makan. Sedemikian lezatnya sehingga dari mulut badan jasmani saya keluar
air liur turun ke sisi wajah saya.
“Mengapa
Engkau tidak makan, Tuhan?”
“Aku
tidak lapar, tetapi aku girang melihat engkau menikmatinya.”
Kami berjalan lama sekali,
kemudian saya melihat sebuah jembatan yang sangat indah berbuat dari kayu
merah. Ketika kami melaluinya, saya melihat ke bawah dan kelihatan airnya
dipenuhi dengan banyak sekali jenis ikan yang berlainan.
“Apa
gunanya ikan-ikan ini?” saya bertanya
“Inilah
makanan untuk kerajaan,” Tuhan menjawab.
Saya girang mengetahui,
bahwa kita akan makan buah dan ikan di surga. Kenyataan, bahwa ini adalah makanan
utama kerajaan memberi kesan, bahwa kita harus memakannya lebih banyak di bumi.
Saya selalu berpendapat, bahwa ikan dan buah adalah makanan sehat yang sangat
berkhasiat, dan kunjungan ke surga menguatkan pendapat saya.
Melihat ikan berenang dengan
leluasanya di dalam air selalu membuat saya tertawa. Saya mulai tertawa kecil
dan kemudian saya bertanya, “Tuhan,
dimana kita dapat memasaknya?” Sebelum Ia menjawab, saya teringat akan
suara yang mengiringi penglihatan-penglihatan ajaib saya timbul. Sebab itu saya
tahu Tuhan ingin memperlihatkan sesuatu kepada saya.
Saya melihat ke sebelah
kanan air, dan saya melihat dinding batu yang besar dan tinggi sekali
terbentang sangat jauh sehingga tak kelihatan oleh saya ujungnya.
Begitu tingginya saya tidak
dapat melihat puncaknya. Saya dapat melihat pasir putih murni terbentang dari
jalan sampai jauh ke dinding batu. Tidak ada pohon di sekitar tempat yang
khusus ini, tetapi pasirnya begitu putih dan bersih. Pemandangan yang diberikan
kepada saya melalui penglihatan ajaib ini sangat cantik.
Segera Tuhan menjawab
pertanyaan-pertanyaan saya dengan masuk ke dalam air dan menangkap seekor ikan
yang berwarna putih besar dan datar. Ukurannya sebesar kedua belah tangan saya.
Saya senang melihat Tuhan melakukan ini untuk saya, dan saya merasa adegan ini
sangat menggirangkan. Saya mulai ketawa kecil sambil mengamati-Nya.
Selanjutnya, saya berjalan
dengan-Nya melampaui batu-batu, dimana saya melihat banyak tempat-tempat untuk
memasak yang mempunyai kompor-kompor berwarna perak di pasang pada batu. Diatas
kompor adalah tempat memanggang dengan piring-piring berbentuk bujur telur dan
garpu-garpu perak. Tuhan hanya menekan sebuah tombol pada sisi salah satu
kompor dan api mulai menyala.
Ia kemudian mengambil
peranan sebagai seorang tukang masak, tepat di depan saya. Ia memanggang ikan
itu sehingga kedua sisinya berwarna coklat. Ia kelihatan sangat gembira
mengerjakan ini untuk saya.
Entah mengapa, saya ingin
makan bagian ekor ikan itu, jadi saya menunjuk padanya dan Tuhan memberikan
saya setengah dari ikan itu. Ia makan yang setengahnya lagi sambil saya melahap
habis bagian yang diberikan-Nya pada saya. Ia sangat lezat. Sesungguhnya, saya
tidak pernah mengecap ikan yang begitu empuk dan lezat sebelumnya. Tuhan
mengawasi ketika saya menikmati makanan surgawi saya.
Ketika kami habis makan, Ia
mengambil piring dan garpu saya dan menyimpannya ke dalam sebuah wadah perak.
Lalu Ia berkata, “Puteri-Ku, seperti yang
dapat engkau lihat, Aku telah menyediakan segalanya untuk anak-anak-Ku.”
Saya tersenyum dengan girang
sekali.
Kemudian kami kembali ke
jalan dan ke gedung putih dimana kami selalu berganti. Seorang malaikat
mengiringi saya ke kamar rias, dan sesudah saya memakai jubah dan mahkota yang
indah, Tuhan sedang menanti saya.
Ia memegang tangan saya, dan
kami keluar ke kolam. Di sana, saya istimewa sekali, dipenuhi kerendahan hati
mengenai apa yang telah dilakukan oleh Tuhan ke atas saya; jauh lebih daripada
hari-hari lainnya sejak Ia mulai membawa saya ke surga.
Tapi ini bukan karena saya
makan itu; ini adalah karena Tuhan dan Juru Selamatku memasak ikan itu dan kami
memakannya bersama. Ia menunjukkan kasih sayang-Nya seperti yang dilakukan-Nya
kepada rasul-rasul-Nya sebelum Ia naik ke surga. Semua pikiran ini timbul
ketika saya sedang menari.
Kemudian Tuhan memanggil
saya untuk duduk di sebelah-Nya. Saya menyisipkan tangan saya di bawah lengan-Nya,
dan wajah saya di atas bahu-Nya, lalu saya mulai menangis. “Biarlah aku tinggal di sini bersama-Mu, Tuhan. Aku tidak mau
meninggalkan-Mu. Ini adalah saat yang terbahagia dalam hidupku.”
“Puteri,
engkau harus melakukan pekerjaan ini untuk-Ku. Aku tidak mau engkau kehilangan
sedikitpun apa yang telah Kutunjukkan atau beritahukan padamu. Aku tahu engkau
tidak mempunyai waktu untuk dirimu sendiri, tetapi setelah semuanya selesai,
engkau akan diberkati.”
“Tuhan,
hanya Roger yang dapat membantuku menulis, dan ia telah berbuat banyak
untukku.”
“Beritahu
dia, bahwa Aku mencintainya. Aku akan memberkati dia lebih dari apa yang
diharapkannya. Beritahu dia juga untuk meluangkan waktu lebih banyak
bersama-Mu. Setiap orang yang mencintai-Ku harus meluangkan banyak waktu
bersama-Ku.”
Saat-saat yang indah
berhubungan dengan Tuhan secara intim. Ketika percakapan kami selesai, kami
kembali ke gedung putih dan berganti dengan jubah putih kami, lalu kami kembali
ke bumi dan berjalan sepanjang pantai. Kami duduk di tepi laut, dan saya
meletakkan lengan saya di bawah lengan-Nya dan berkata, “Aku mencintai-Mu, Tuhan.”
“Aku
mencintaimu, anak-Ku sayang,” Ia membalas dengan suara
yang penuh dengan kegembiraan. “Beritahu
setiap orang, bahwa ada banyak sekali makanan di kerajaan-Ku. Apapun yang ada
di sini akan terasa lebih lezat sangat lebih baik daripada makanan duniawi.
Sukakah engkau akan ikan itu?”
Saya mengangguk tanda
menyetujui. Waktu kami berdiri, Tuhan merangkul saya lalu berangkat. Tuhan
lebih ramah dan mengasihi setiap kali saya bertemu Dia. Saya ingat pertama
kali, Ia tidak memeluk atau memanggil saya puteri-Nya atau menggunakan
kata-kata manis yang lain. Sekarang Ia memanggil saya dengan banyak nama-nama
yang manis. Saya pikir Ia sangat akrab dengan saya.
SEBUAH TEMPAT
KENIKMATAN
Alkitab mengatakan: “Engkau memberitahukan kepadaku jalan
kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada
nikmat senantiasa” (Mazmur 16:11). Kunjungan saya ke surga telah
menunjukkan kepada saya kebenaran ayat ini. Surga
adalah suatu tempat kenikmatan abadi. Tuhan suka menyenangkan anak-anakNya. Ia
ingin kita gembira.
Pada 29 Maret 1996 saya
bersama Tuhan dari jam 06.40 pagi sampai 08.45 pagi. Badan saya bergetar selama
dua puluh lima menit pada pagi itu, kemudian saya mendengar suara Tuhan dan
melihat kehadiran-Nya. Ia memegang tangan saya, dan saya melihat badan
transformasi saya sedang berjalan sepanjang pantai bersama Dia. Kami berjalan
sepanjang tepi laut untuk beberapa menit lamanya dan kemudian kami pergi ke
surga.
Kami mengganti pakaian kami
di dalam bangunan putih seperti biasa. Kemudian kami berjalan di jalan jembatan
emas, sepanjang sebuah jalan yang lebar yang belum kami lalui sebelumnya. Jalan
ini menuju ke sebuah tempat yang sangat tandus di mana tidak ada rumput, pohon
maupun gunung-gunung. Seluruh pemandangan putih, seperti kami masuk ke gurun
Kutub Utara. Kami terus berjalan sehingga kami sampai ke ujung jalan.
Sebuah sungai yang luas
sekali muncul di depan kami, dan saya melihat gunung-gunung pada kedua sisi
airnya. Satu gunung yang ada di sebalah kanan sangat tinggi sekali. Kami berjalan
sangat dekat dengan sungai yang tanahnya seperti kerikil. Batu kerikil
kecil-kecil berbunyi klik di bawah kaki kami ketika kami berjalan.
Sungainya dipenuhi oleh
perahu-perahu kecil. Saya telah melihat pemandangan yang hampir serupa di bumi
– danau-danau dimana orang-orang pergi memancing, berenang, berski air, atau
hanya untuk menikmati naik perahu.
“Maukah engkau naik salah satu perahu-perahu itu?” Tuhan bertanya.
“Ya,”
saya cepat-cepat menjawab, “Saya mau.”
Kami naik ke dalam salah
satu perahu kecil, dan Tuhan mendayung dengan tangan-Nya. Ia membawa kami
dengan cekatan. Ketika saya menengok melalui pinggir perahu, saya melihat
sekelompok besar ikan berlainan warnanya sedang bermain-main dalam air.
Pandangan saya tertumpu pada
air yang luar biasa beningnya. Saya dapat melihat kedalamnya dengan jelas
sekali. Seperti kristal yang terbening yang pernah saya lihat. Ikannya, seperti
biasa, menyebabkan saya ketawa.
Mereka adalah ikan-ikan yang
cemerlang menakjubkan dan indah. Mereka menyerupai ikan-ikan hias yang besar
yang digunakan untuk menghias kolam belakang halaman orang-orang di bumi.
“Ikan-ikan
ini, puteri-Ku, adalah untuk kenikmatan. Seperti engkau, Aku suka mengawasi
ikan-ikan berenang kian-kemari dalam air.”
Begitu damai dan tenteram di
atas air yang tenang. Ketika saya memperhatikan sekeliling, saya merasa seperti
kami sedang duduk di atas sebuah kaca raksasa. Kami meninggalkan perahu dan
berjalan sepanjang jalan yang sama yang telah kami lalui untuk sampai ke gunung
yang kecil dan sempit. Pemandangan yang bagus sekali di ujung jalan kecil
menampakkan sebuah lembah yang rendah dan subur dipenuhi oleh rumput-rumput
yang tinggi. Sebuah aliran air kecil meliuk-liuk melalui padang rumput yang
terbuka luas.
Saya melihat sesuatu sedang
bergerak melalui seperti ladang gandum itu. Kemudian saya memperhatikan
gerakan-gerakan lain di seluruh ladangnya. Lembah itu dipenuhi oleh ternak yang
kelihatan sangat menyerupai sapi-sapi di bumi.
“Catat
ini, Choo Nam. Aku ingin semua anak-anak-Ku mengetahui apa yang sedang menanti
mereka di surga. Aku tahu banyak anak-anak-Ku mempunyai pertanyaan tentang
surga. Ada yang ingin tahu apakah akan ada makanan untuk dimakan di surga.”
Saya tahu jawaban atas
pertanyaan itu, dan satu perasaan yang sangat menyenangkan memenuhi saya ketika
memandang jauh pemandangan yang sangat bagus didepanku. Saya hampir tak dapat
menahan semuanya itu.
Bagaimanapun, kami tidak
dapat tinggal lama di sana. Segera Tuhan membawa saya kembali ke gedung yang
putih di mana kami berganti pakaian kami kemudian pergi ke kolam. Saya mulai
menyanyi karena girang. Lalu saya duduk di sebalah Tuhan.
“Apakah
engkau menikmati pesiar dengan perahu, puteriKu?” Ia
bertanya.
“Oh,
ya, Tuhan.”
“Ketika
Aku membawa anak-anak-Ku kemari, Aku ingin mereka mendapat kesenangan. Mereka
dapat melakukan banyak hal yang sama yang mereka lakukan di bumi. Aku ingin
mereka bahagia. Engkau mesti ingat segala hal yang Kuperlihatkan dan Kuberitahu
padamu.”
“Aku
tak mau engkau menjadi bingung mengenai apa pun. Inilah sebabnya Aku
memberitahu sangat banyak hal-hal yang penting berulang kali dan memperlihatkan
hal yang sama lebih dari sekalipun kepadamu.”
Kami kembali ke gedung
putih, berganti baju dan kembali ke pantai di bumi. Tuhan kelihatannya
tergesa-gesa, jadi kami tidak duduk dan bercakap kali ini. Ia hanya memeluk
saya dan pergi. Seperti biasanya, badan saya berhenti bergoncang sesegera Ia
berangkat.
AIR UNTUK BUMI
Ketika permainya bulan April
diawali, Tuhan muncul di kamar tidur saya pada 1 April 1996 pagi, pukul 06.20.
Saya bersama-Nya sampai pukul 08.35 pagi. Badan saya bergoncang selama 30
menit, lalu Ia datang dan bercakap pada saya. Ia mengulurkan tangan-Nya, dan
saya melihat badan surgawi saya sudah di pantai, kemudian Ia membawa saya ke
surga.
Setelah mengganti pakaian
kami, kami berjalan menyeberangi jembatan emas. Perjalanan kami membawa kami
sepanjang sebuah jalan yang lebar dengan batu-batu sangat besar pada kedua
sisinya. Perjalanan ini lebih lama daripada biasanya, dan membawa kami ke ujung
jalan dimana sebuah batu gunung yang tinggi berdiri. Sangat tinggi sehingga
saya tidak dapat melihat puncaknya, tetapi saya melihat ada batu-batu hitam
yang besar sekali menonjol keluar dari dasarnya. Di antara batu-batu, ombak-ombak
besar mengalir naik-turun dalam keadaan hampir seperti badai. Airnya kelihatan
sangat dalam.
Tidak ada jalan turun ke
air, jadi kami hanya memandangnya dari sisi gunung. Danau air itu kelihatan
seperti mengisi sebuah lubang yang besar sekali. Tuhan menerangkan, “Air ini adalah
untuk bumi.”
Seperti yang sering sekali
terjadi, Tuhan tidak menerangkan selengkapnya arti kata-kata-Nya. Sering, Ia
hanya memberitahu saya apa itu dan apa gunanya. Walaupun, apabila saya
menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada-Nya, Ia biasanya akan
memberi saya jawaban.
Seringkali, bagaimanapun,
saya tidak ingin bertanya pada-Nya apa yang diperlihatkan-Nya kepada saya,
sebab saya tahu sekarang hanyalah menjadi juru tulis yang menulis apa yang
ditunjukkan-Nya kepada saya dan apa yang di beritahukan-Nya kepada saya, dan
saya tahu Ia akan memberikan penjelasan sepenuhnya apabila Ia menganggapnya
perlu.
Kami berpaling dari adegan
ini dan berjalan lagi di atas jalanan yang panjang. Ketika kami sampai di
sebuah persimpangan, kami mengambil sebuah sisi jalan yang berbelok-belok
sangat dekat dengan jembatan emas yang menuju ke sebuah pantai. Ketika kami
menyusuri jalanan ini, saya memperhatikan banyak rumah-rumah sekeliling air.
Di belakang rumah-rumah itu
ada banyak jenis pohon buah-buahan. Sebuah kebun buah-buahan yang sangat
teratur rapi. Deretan pertama terdiri dari pohon-pohon berwarna hijau pucat
yang penuh dengan buah-buahan berwarna ungu. Kelompok selanjutnya adalah
pohon-pohon yang lebih besar berdaun merah. Warna-warnanya beraneka ragam dan
berpadu cocok sekali dalam cara yang sangat mengagumkan. Susunan warnanya
begitu luar biasa sehingga saya tidak dapat bernapas.
Tidak ada satu gunung pun di
daerah yang khusus ini di surga – hanya air, pasir, rumah-rumah dan
pohon-pohonan. Begitu luasnya daerah ini sehingga saya tidak dapat melihat di
mana ujungnya berakhir.
Tuhan membawa saya ke salah
satu rumahnya. Rumah ini sangat berlainan dari rumah-rumah besar dan
istana-istana yang telah kami kunjungi sebelumnya. Bagian dalamnya sederhana
saja, dan warna-warnanya kelihatan tidak begitu terang.
“Ini
adalah rumah-rumah tepi pantai untuk anak-anak-Ku,”
Tuhan menegaskan.
Menakjubkan sekali! Kita
akan memilih rumah untuk belibur di surga! Sungguh, Tuhan betul-betul ingin
anak-anak-Nya bersukacita dan menikmati kesenangan-kesenangan-Nya
selama-lamanya.
Setelah kunjungan yang
menggirangkan ini, Tuhan dan saya mengganti jubah kami dan kembali ke kolam
yang tenang dimana saya menyanyi dan menari di depan-Nya. Saya tahu Tuhan
sedang tersenyum dengan gembira sekali meskipun saya tidak dapat melihat
wajah-Nya dengan jelas.
Ia memanggil saya untuk
duduk di dekat-Nya, dan sekali lagi saya mulai menangis, sebab saya tahu
kunjungan kami sudah hampir habis. Apabila saya bersama-Nya, saya tidak mau
pulang. Hadirat-Nya penuh dengan suka cita.
Saya duduk di sebelah-Nya,
dan Ia berkata, “Aku telah menyiapkan
banyak hal dalam kerajaan-Ku yang dinikmati oleh anak-anak-Ku di bumi. Banyak
kegiatan. Aku memastikan, bahwa tidak ada yang merasa bosan. Setiap orang akan
mendapat tugas yang berlainan.”
“Mengapa
engkau pikir Aku memilih nabi-nabi untuk bekerja bagi-Ku di bumi? Seperti
engkau, Aku telah mengirim mereka untuk melakukan pekerjaan-Ku. Tanpa nabi-nabi-Ku,
Aku tidak ada jalan untuk menyampaikan keinginan-keinginan-Ku kepada anak-anak-Ku.”
“Karena
itu, anak-Ku, jangan ada yang luput dalam menulis tentang segala hal yang Aku
tunjukkan dan Aku beritahukan padamu. Ceritakan semuanya. Sebab engkau adalah
puteri yang sangat taat sehingga Aku dapat memakaimu.”
“Kita
harus kembali sekarang.”
Ia memegang tangan saya, dan
kami berganti dan kembali ke pantai di bumi. Lalu, kami tidak duduk dan
bercakap-cakap. Tuhan hanya memeluk saya dan pergi. Kembali badan jasmani saya
berhenti bergoncang segera setelah Ia pergi.
BAB 12 - NIKMATILAH
KERAJAAN SURGA
“Maksud
semuanya ini ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi
nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api –
sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari
Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia,
namun kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang
tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak
terkatakan karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.”
(1
Petrus 1:7-9)
Selama berabad-abad, burung merpati yang cantik telah menjadi lambang
akan dua hal: Perdamaian dan Roh Kudus. Ketika Yohanes Pembaptis membaptis
Yesus di sungai Yordan, Roh Tuhan turun dalam bentuk rupa seperti seekor burung
merpati atas Dia, dan terdengarlah suara dari langit yang berkata, “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepada-Mulah
Aku berkenan” (Lukas 3:22). Burung merpati itulah yang memberitahu Nuh
bahwa air bah telah surut. Tidak mengherankan, karena itu, saya bertemu
burung-burung merpati pada kunjungan saya selanjutnya ke surga.
Pada 3 April 1996 pagi hari,
Tuhan bersama saya dari pukul 06.00 sampai pukul 08.30 pagi. Setelah bergoncang
dan merintih selama 30 menit, saya mendengar suara Tuhan dan Ia memegang tangan
saya. Tidak lama sesudah itu, saya melihat badan transformasi saya berjalan di
pantai dengan Tuhan.
Kami pergi ke surga, dimana
kami berganti jubah lain. Kami menyeberangi jembatan emas dan berjalan di
sebelah kanan sebuah jalan. Jalan itu sangat lebar dan atasnya ditutupi oleh
langit-langit dari daun-daunan berasal dari pohon-pohon yang besar sekali yang
tumbuh di kedua sisi jalan. Ini adalah sebuah jalan yang lain daripada yang
telah kami lalui sebelumnya.
Kami berjalan agak jauh dan
kemudian mengambil sebuah jalan ke kanan. Kami juga berjalan agak lama di jalan
ini. Jalan itu mengelilingi dasar sebuah gunung batu yang besar. Di sebelah
kiri ada sebuah, kami berdiri dan mengamati merpati-merpati dari surga. Kami
tinggal di situ lama sekali, dan saya amat sangat tergerak oleh apa yang sedang
saya lihat.
LAUTAN LUAS
TAK BERUJUNG
Kami turun dari tembok dan
meneruskan perjalanan kami. Lalu segera kami sampai sebuah jalan yang sempit di
sebelah kiri di mana kami membelok dan terus berjalan. Di sebuah tikungan kecil
di jalan saya nampak sebuah lautan yang luas sekali dan sangat luasnya sehingga
kelihatan seakan-akan tidak ada ujungnya. Ketika kami hampir ke tepi lautan,
saya melihat sebuah tembok yang tinggi yang beranak tangga ke bawah ke garis
pantai. Kami naik tembok itu dan menuruni anak tangganya.
Pinggir laut dipenuhi oleh
perahu-perahu, besar, dan kecil. Sebuah pangkalan perahu di surga, dan setiap
perahu dirantai pada sebuah batang yang tebal. Semua badan kapal berwarna
putih. Waktu saya lebih dekat, saya memperhatikan setiap kapal mempunyai sebuah
kamar yang dilengkapi dengan cantiknya dan jendela-jendelanya dari kaca warna.
Mereka menyerupai gereja-gereja kecil di atas air.
“Maukah
engkau naik ke salah satu perahu-perahu ini, puteri-Ku?”
Tuhan bertanya.
“Tentu!”
saya berseru gembira.
Ia membimbing saya ke salah
satu dari perahu-perahu itu, dan kami naik. Bagian dalam kamar perahu bersih
dan rapi, tetapi perahu itu hanya cukup untuk dua orang. Ada dua tempat duduk
di depan dan dua kemudi.
Saya mulai teringat
bagaimana Tuhan telah menghubungkan laut, alam dan memancing dalam
pelayanan-Nya di bumi. Petrus, Yakobus dan Yohanes – tiga dari murid-murid-Nya
– adalah para nelayan. Ia sering berkhotbah di tepi laut Galilea, dan Ia sering
memakai ikan sebagai obyek pelajaran. Cerita mengenai Yesus menenangkan ombak
yang mengamuk muncul dalam pikiran saya.
“Sekonyong-konyong
mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang,
tetapi Yesus tidur. Maka datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya :
“Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka : “Mengapa kamu
takut, kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan
danau itu, maka danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu,
katanya: “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?”
(Matius 8:24-27)
Yesus menyukai laut! Ia
menyukai alam dunia yang diciptakan-Nya. Dan Ia ingin kita menikmatinya juga. Memang,
ketika penciptaan terjadi, manusia diciptakan untuk hidup di Firdaus tempat
yang lebih indah daripada yang dapat kita bayangkan – Taman Eden – sebuah
tempat murni, tanpa cela, musim semi abadi, kelimpahan, ketenteraman dan
kebahagiaan. Tetapi disebabkan manusia berdosa, kita telah dilarang ke taman
Firdaus duniawi itu.
Tuhan, dalam kasih-Nya yang
begitu dalam, bagaimama pun juga, membuat jalan bagi kita untuk memperoleh
kembali Firdaus di surga. Ia mengirim Anak-Nya untuk mati bagi kita: “Karena begitu besar kasih Tuhan akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”
(Yohanes 3:16). Firdaus yang hilang telah ditemukan
melalui kematian dan kebangkitan Anak-Nya.
Semakin saya belajar kitab
Kejadian, semakin saya mengerti bahwa Taman Eden
adalah suatu surga tiruan di bumi. Keadaan seperti itulah yang
dikehendaki oleh Tuhan untuk dapat dinikmati oleh anak-anak-Nya. Tidak ada
kematian, kesakitan, penderitaan, kegelapan, atau penyakit, dan tentu saja
tidak akan ada di rumah surgawi kita!
Alangkah ajaibnya tempat
itu, dan keindahan surga bahkan melampaui gambaran Eden itu :
“Selanjutnya
TUHAN membuat taman di Eden, di sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya
manusia yang dibentuk-Nya itu. Lalu TUHAN menumbuhkan berbagai-bagai pohon dari
bumi, yang menarik dan yang baik untuk dimakan buahnya; dan pohon kehidupan di
tengah-tengah taman itu, serta pohon-pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat.” (Kejadian 2:8-9)
Saya mulai sadar, bahwa
tidak mengherankan kalau rumah surgawi kita akan serupa dengan tempat-tempat
yang paling luar biasa di dunia – lautan-lautan, hutan-hutan, ladang-ladang,
pohon-pohon, bunga-bunga, burung-burung, hewan-hewan, buah-buahan dan
sungai-sungai ada di sana untuk dinikmati oleh kita tepat seperti Tuhan telah
menciptakannya untuk kita di Eden. Karena dosa, kita kehilangan hak kita untuk
menikmati Firdaus dunia, tetapi melalui iman di dalam Yesus Kristus satu hari nanti
Firdaus akan dipulihkan kepada setiap kita!
Bukankah itu menakjubkan?
Pikiran saya lalu melayang
ke ayat tentang Yesus ketika Ia berjalan di atas air :
“Ketika
hari sudah malam perahu itu sudah di tengah danau, sedang Yesus tinggal
sendirian di darat. Ketika Ia melihat betapa payahnya mereka mendayung karena
angin sakal, maka kira-kira jam tiga malam Ia datang kepada mereka berjalan di
atas air dan Ia hendak melewati mereka. Ketika mereka melihat Dia berjalan di
atas air, mereka mengira Ia adalah hantu, lalu mereka berteriak-teriak, sebab
mereka semua melihat Dia dan merekapun sangat terkejut. Tetapi segera Ia
berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Lalu Ia naik ke
perahu mendapatkan mereka, dan anginpun redalah. Mereka sangat tercengang dan
bingung,” (Markus 6:47-51)
Ya, Yesus mencintai laut,
dan Ia mencintai segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Itulah sebabnya saya yakin
surga adalah bentuk asal dari segala yang indah di bumi. Tuhan dan Tuan saya ingin kita menikmati kerajaan surga!
Jelas sekali Yesus mau saya
menikmati pengalaman naik perahu surgawi. Ia menekan sebuah tombol dan perahu
kecil ini mulai bergerak, perlahan mulanya dan kemudian kami bertambah laju.
Saya menyukai angin sepoi membelai wajah saya dan kabut dingin yang terasa
begitu bersih dan menyegarkan.
Saya mulai ketawa ketika
kami melaju di atas permukaan laut yang tenang dan kemudian saya mulai
menyanyi. Saya sangat gembira. Sangat berbeda dari naik perahu apapun yang
pernah saya alami di bumi, di mana saya biasanya mabuk laut atau mau muntah.
Kali ini tidak. Saya menikmati setiap saat pengalaman kami yang menggetarkan
ini.
Dalam perjalanan kembali
Tuhan membiarkan saya mengemudi. Saya melakukannya dengan kegairahan yang
sangat istimewa yang menyebabkan saya tertawa dan menyanyi. Saya dapat
mendengar Yesus tertawa bersama saya. Saya tahu Ia memperhatikan saya seperti
orang tua mengawasi anaknya.
Meskipun kadang-kadang saya
tertawa dengan terbahak-bahak, saya dapat mengemudi sampai kembali masuk ke
dok. Kami keluar dari perahu dan Tuhan menambatnya ke dermaga. Ia kemudian
berkata, “Choo Nam, engkau lihat kerajaan
mempunyai banyak hal yang engkau kenal di bumi. Jika semua anak-anak-Ku datang
ke kerajaan-Ku, Aku ingin mereka menikmati hal-hal yang telah Kusediakan bagi
mereka.”
Saya tersenyum, sebab saya
mengerti sedikit apa yang Dia maksudkan.
“Anak-anak-Ku
akan bahagia,” Tuhan meneruskan, “dan itulah sebabnya Aku telah memberitahu mereka untuk melepaskan
hal-hal duniawi untuk menggembirakan Aku. Mereka dapat memiliki apapun yang
mereka perlukan sementara mereka berada di bumi jikalau mereka taat kepada-Ku.
Aku ingin mereka mengutamakan Aku dahulu, dan Aku ingin mereka hidup dalam
kekudusan sebab Aku mengasihi mereka semua dan ingin membawa mereka kemari.”
CARA BERPIKIR
YANG BERBEDA
Tuhan berkata kepada kita di
dalam Yesaya, “Sebab rancangan-Ku
bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN.
Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu
dan rancangan-Ku dari rancanganmu” (Yes. 55:8-9). Sangat benar, dan Tuhan
memberi firasat pada pagi bulan April itu mengenai apa arti ayat ini.
Setelah kunjungan ke laut
surgawi, kami berganti pakaian kami dan pergi ke kolam yang terpencil di mana
kami sering duduk dan bercakap. Tuhan mengambil tempat biasa-Nya di atas batu,
dan saya mulai menyanyi dan menari. Kemudian, seperti yang sering dilakukan-Nya,
Ia memanggil saya datang duduk disebelah-Nya.
Ia mulai memberitahu
beberapa hal yang penting dengan saya.
“Puteri,
engkau istimewa bagi-Ku. Ketika Larry Radolph bernubuat tentangmu dan
memberitahu betapa berharganya engkau bagi-Ku, engkau tidak mempercayainya.”
“Saya
tidak percaya padanya, Tuhan, karena saya pikir bagaimana orang seperti saya
dapat menjadi istimewa bagi-Mu. Saya sungguh heran kalau berpikir bahwa Engkau
telah memperhatikan saya. Saya percaya Engkau menjawab banyak sekali doa-doa
saya, tetapi saya tidak pernah mengira Engkau akan ingat saya.”
Saya mulai menangis sambil
terus berkata.
“Ketika
Pastor Larry bernubuat dan memberitahuku, bahwa aku adalah sahabat-Mu, aku
sangat terperanjat, dan sukar bagi aku untuk percaya, tetapi sekarang aku
mendengarkan rekamannya setiap hari. Setiap kali aku mendengarnya berkata
tentangku, badanku mulai bergoncang. Urapan turun, dan kemudian aku mempercayai
bahwa Engkau akan memakaiku dengan cara yang istimewa. Aku selalu menunggu-Mu
untuk bercakap padaku setiap malam.”
Tuhan mendengarkan dengan
sungguh-sungguh, kemudian membalas :
“Aku
memilih anak-anak-Ku yang suci dan taat – mereka yang mendahulukan Aku di dalam
kehidupan mereka. Engkau mencoba sedaya upayamu untuk menyenangkan Aku, tetapi
engkau harus ingat, Aku hanya melihat anak-anak-Ku. Engkau berpikir seperti
manusia. Cara berpikir-Ku berbeda dengan cara berpikirmu.”
“Aku
tahu hal ini melelahkan pada waktu ini, tetapi engkau harus sabar.”
“Puteri-Ku,
Aku tidak mau engkau kuatir akan apapun. Serahkan saja segalanya pada-Ku.
Seperti yang telah Kuberitahu padamu, ini buku-Ku, dan buku ini akan
dilaksanakan sesuai dengan kehendak-Ku.”
Saya menyukai waktu-waktu
seperti ini bergaul akrab dengan Tuhan. Saya sangat merasa seperti Maria yang
dengan rela duduk dekat kaki Tuhan untuk belajar kehendak-Nya. Sebaliknya,
Marta, selalu berusaha keras menyenangkan Dia, dan dia dipenuhi cemas, iri dan
geram. Saya memutuskan bahwa saya mau menjadi seperti Maria terus sejak saat
itu.
Marta, begitu khawatir dan
cerewet, telah menegur : “Tuhan, tidakkah
Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah
dia membantu aku” (Lukas 10:40). Tuhan menjawab : “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak
perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu : Maria telah memilih bagian yang
terbaik, yang tidak akan diambil daripadanya” (Lukas 10:41-42).
Betul, saya memutuskan saya
akan menjadi seperti Maria bukannya Marta. Saya telah memilih “bagian yang terbaik” yang tidak pernah
akan diambil daripada saya, yaitu suatu hubungan
pribadi dengan Yesus Kristus. Tidak ada apapun di dunia yang lebih
penting daripada itu!
Saya ingin pikiran saya
diperbarui sehingga saya dapat melihat hal-hal secara surgawi bukan secara
pamandangan duniawi. Tuhan sedang menolong saya mencapai tujuan ini. Saya
teringat apa yang telah dikatakan oleh rasul Paulus di dalam kitab Roma :
“Sebab
mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka
yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan
daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup damai sejahtera. Sebab
keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk
kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup
dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.”
(Roma 8:5-8)
Untuk hidup menurut Roh
benar-benar adalah hidup dan damai sejahtera, dan setiap kali saya pergi ke
surga dengan Tuhan saya tahu apa artinya ini. Saya memutuskan untuk membawa
kembali pandangan surgawi bersama saya ke dunia, untuk terus membangun hubungan
saya dengan Tuhan dan membiarkan Dia memperbaharui pikiran saya.
Kembali ke bumi pagi ini,
kami duduk di pantai sebentar, dan Tuhan berkata, “Engkau melihat banyak hal di surga.”
“Ya,
Tuhan, dan kunjungan-kunjungan ini begitu menggembirakan sehingga hanya
peristiwa ini yang memenuhi pikiran saya. Pikiran saya tetap di surga, bukan di
bumi.”
“Aku
tahu, puteri-Ku.”
“Aku
tidak memiliki kehidupan sendiri lagi, Tuhan. Sejak saat pertama aku berada di
hadirat-Mu, aku telah berubah. Aku tahu pasti jikalau suamiku bukan seorang
percaya, ia telah lama meninggalkan aku.”
“Aku
hidup bagi-Mu sebelum aku melihat hadirat-Mu dan sebelum aku pergi ke surga,
tetapi sekarang – bahkan waktu aku tidur – setiap kali aku bangun aku merasakan
hadirat-Mu bersamaku. Satu-satunya hal yang dapat aku pikirkan sekarang adalah
buku yang Engkau mau aku tuliskan. Aku merasa terhormat melakukan ini bagi-Mu,
Tuhan. Terima kasih karena mempercayakanku dengan tanggung jawab yang begitu
penting. Aku selalu ingin melakukannya dengan sebaik mungkin untuk membuat
Engkau bahagia.”
“Aku
tahu, puteri-Ku. Sabarlah, dan ingatlah bahwa Aku mengasihimu.”
Ia berdiri untuk pergi,
memeluk saya dan hilang. Goncangan ajaib di badan saya pun berhenti.
SURGA, TEMPAT
BERIBADAH
Dua hari kemudian, saya
mendapat kunjungan yang mengubah hidup saya lagi dari Tuhan. Kejadian ini
berlangsung dari pukul 05.50 pagi sampai pukul 08.00 pagi pada 5 April 1996.
Setelah hampir 30 menit bergoncang, saya mendengar suara Tuhan. Ia sedang
mendekati saya dan membawa saya dengan memegang tangan saya. Saya melihat badan
transformasi saya sedang berjalan bersama-Nya sepanjang pantai. Kami pergi ke
surga, berganti pakaian kami dan berjalan menyeberang jembatan emas. Kemudian
kami sampai ke sebuah jalan yang putih bersinar yang dihiasi dengan bunga-bunga
cantik pada kedua sisinya.
Saya tidak dapat mengerti
ada bunga-bunga yang begitu indah permai dan hebat seperti ini. Bagaimana bisa
ada bunga-bunga yang seindah ini, saya ingin tahu.
“Maukah
engkau sekuntum bunga, puteri-Ku?” Tuhan bertanya
“Ya,
saya selalu menyukai bunga-bunga.”
Ia memetik sekuntum kuning
yang berbentuk sangat indah dan meletakkannya di tangan saya. Saya memegang
terus selama kunjungan ke surga ini.
Setelah perjalanan yang
sangat lama, kami tiba pada sebuah rumah yang besar dan cantik. Bangunan
seperti istana ini terletak di ujung jalan, di kawasan di mana tanahnya putih
dan bersinar, dan sangat banyak bunga-bunga terlihat di mana-mana.
Kami pergi ke belakang rumah
itu, dan saya melihat bunga-bunga di mana-mana, sejauh mata saya memandang.
Pemandangan yang mempesonakan tak terkatakan. Kemudian Tuhan mengiringi saya
kembali ke bagian depan bangunan.
Kami berjalan melalui pintu
ke dalam gang yang lebar. Tiba-tiba, bagian dalam rumah menjadi gelap. Tuhan
menghilang. Saya merasa seorang diri saja dan agak ketakutan. Saya mulai
menangis.
Secepat suasana menjadi
gelap, ruangan itu dipenuhi dengan cahaya-cahaya yang paling terang yang pernah
saya lihat. Ruangan itu dilengkapi menarik sekali, teratur, dan dihiasi, dan
saya sangat terpesona oleh kecermelangan dan keindahannya. Kemudian saya
melihat anak tangga menuju ke podium di mana Tuhan sedang duduk.
Ia berpakaian emas murni.
Mahkota emas-Nya bergemerlapan di bawah cahaya, dan jubah emas-Nya berkilauan
dan bersinar. Paras-Nya sangat terang, dan saya tidak dapat menceritakan
bagaimana rupa-Nya.
Kemudian ruangan itu
dipenuhi oleh orang-orang yang memakai pakaian putih dan bermahkota perak.
Mereka membungkuk ke hadirat Tuhan, dan saya berbuat yang sama. Seolah-olah
ruangan itu mulai mengembang untuk menampung bertambahnya bilangan orang dari
segala warna dan jenis. Itu adalah waktu ibadah kudus dan menyembah di hadapan
Tuhan. Lalu mereka semua menghilang seakan-akan mereka ada di video, dan Tuhan
mendekati saya, memakai pakaian putih biasa-Nya.
“Puteri,lihatlah
ke sekeliling,” Ia berkata.
Saya berbuat demikian,
melihat apa saja yang dapat saya tangkap dengan kedua mata saya. Ini adalah
ruangan terbesar yang pernah ada – seperti sebuah ruangan dansa yang luar biasa
besarnya yang dapat menampung tak terhitung banyaknya orang. Dinding-dindingnya
bergemerlapan dengan perhiasan dan permata, dan lantainya terbuat dari batu
marmer yang putih bersih.
“Mereka
menyembah-Ku. Mereka tak putusnya menyembah-Ku,”
Tuhan berkata, menerangkan mengapa orang-orang itu disana.
Saya langsung memikirkan
satu ayat khusus dalam Alkitab yang berhubungan dengan menyembah :
“Segala
bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di hadapan-Mu, ya Tuhan, dan
akan memuliakan nama-Mu. Sebab Engkau besar dan melakukan keajaiban-keajaiban,
Engkau sendiri saja Allah.” (Mazmur 86:9-10)
“Bolehkah
aku menyembah-Mu bersama mereka kalau aku kembali ke surga untuk bersama-Mu selama-lamanya?”
saya bertanya.
Tuhan tertawa kecil dan
berkata, “Tentu saja, Puteri-Ku.”
Hanya itu saya yang
dikatakan-Nya. Saya harus mengakui saya merasa agak segan oleh kemunculan-Nya
ketika Ia duduk di atas takhta dalam seluruh kecemerlangan mulia-Nya. Dan
ketika kami berjalan bersama, saya merasa agak tidak enak bersama-Nya sebab
pandangan tentang Dia duduk di atas tahkta-Nya menyebabkan saya merasa takut.
Jikalau Ia bersama saya, Ia
kelihatan lain sama sekali. Ketika Ia bersama saya, Ia adalah seorang pria
biasa, kecuali hanya saya tidak dapat melihat paras-Nya dengan mata saya,
tetapi pikiran saya tahu bagaimana raut muka-Nya. Ia penuh kasih dan baik,
lembut dan penuh dengan pengertian.
Perasaan canggung berganti
dengan saat-saat menyenangkan waktu kami berganti dan pergi ke kolam. Saya
mulai menyanyi dan menari, seperti biasa, dan Tuhan mengambil tempat biasa-Nya
di atas batu. Gambaran-gambaran dari hadirat Tuhan yang begitu agung di atas
takhta akan kadang-kadang merampas kegembiraan saya, tetapi saya berusaha keras
untuk terus menari dengan riangnya.
“Kemarilah,
puteri-Ku,” Ia memanggil.
Saya mulai menangis sebab
saya tahu kunjungan ini akan segera berakhir. “Aku tidak mau meninggalkan Engkau, Tuhan.”
“Tempat
yang Aku tunjukkan padamu, Choo Nam, adalah di mana orang-orang-Ku akan
berkumpul untuk menyembah Aku. Aku tak akan membiarkan seorang pun di bumi
menyakiti engkau. Jikalau engkau bukan puteri-Ku yang begitu istimewa, Aku
tidak dapat membawa ke surga untuk menunjukkan segala hal yang telah engkau
lihat.”
Pesan yang sangat meyakinkan
yang perlu saya dengar. Cinta tuhan bagi saya telah membubarkan semua ketakutan
saya. Kecanggungan yang saya rasakan sebelumnya hilang, tetapi saya menjawab
pesan Tuhan yang membesarkan hati dengan cara yang biasa.
“Aku
ini bukan siapa-siapa, Tuhan.”
Ia menegur saya. “Janganlah sekali-kali berkata begitu lagi.
Engkau sangat istimewa bagi-Ku. Engkau harus percaya ini. Aku harus memilih
anak yang tepat untuk pekerjaan yang penting ini, dan engkaulah pilihan-Ku. Aku
ingin engkau mendapat kehidupan yang terbaik di bumi sehingga hari terakhir
tiba. Aku tidak akan meninggalkanmu dan Aku akan selalu menjagamu, puteri-Ku,
Aku mencintaimu.”
Kata-kata cinta-Nya yang
lembut dan menghibur menusuk hati saya. Saya menangis tersedu-sedu. Ini adalah
saat pembersihan, penyembuhan, dan menyucian, dan saya merasa diperbaharui
sepenuhnya.
Sekarang saya tahu bahwa
surga adalah suatu tempat penuh sukacita. Surga dibuat untuk dinikmati oleh
kita. Itulah tujuannya. Seperti yang dikatakan oleh Westminster Catechism,
tujuan terakhir manusia adalah : untuk dekat dengan Yesus di bumi ini, semakin
saya dapat menikmati hidup saya. Cinta-Nya mengalahkan semua ketakutan. Ya,
surga itu sangat nyata.
(oleh Kristus Ministry)
No comments:
Post a Comment